Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dalih BPS Soal Beda Standardisasi Kemiskinan dengan Bank Dunia

BPS berdalih bahwa Bank Dunia menggunakan ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah atas.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rilis BPS, Senin (21/4/2025)/tangkapan Youtube BPS
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rilis BPS, Senin (21/4/2025)/tangkapan Youtube BPS

Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) merespons laporan Bank Dunia (World Bank) terbaru soal angka kemiskinan di Indonesia yang mencapai 60,3% dari populasi, berdasarkan standar ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah atas. 

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa perlunya pemaknaan yang bijak terhadap laporan Bank Dunia itu.

Dia menekankan, standar yang digunakan Bank Dunia terhadap Indonesia dalam laporan Macro Poverty Outlook April 2025 itu yakni berdasarkan ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah atas. 

Sekadar informasi, Indonesia telah masuk kategori negara berpendapatan menengah atas atau upper-middle income country pada 2023. Pengeluaran per kapitanya sebesar US$6,85 per hari, dihitung dengan Purcashing Power Parity atau PPP 2017. 

Pengeluaran per kapita itu harus dihitung dengan PPP Conversion factor, yang memiliki nominal berbeda setiap negara. Sehingga, terang Amalia, konversi tidak bisa digunakan dengan kurs atau nilai tukar terkini. 

"Artinya, kita tidak bisa langsung mengonversi dengan nilai tukar saat ini karena itu adalah nilai tukar PPP, base-nya 2017. Makanya angka konversinya akan berbeda," jelasnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/4/2025). 

Amalia juga menerangkan, Bank Dunia pun menyampaikan bahwa garis kemiskinan global atau global poverty line tidak bisa seutuhnya langsung diterapkan di masing-masing negara. Dia menyebut setiap negara memiliki national poverty line yang diukur sendiri. 

"Karena secara bijak tentunya masing-masing negara itu harus bisa memiliki national poverty line atau garis kemiskinan di negara masing-masing yang diukur sesuai dengan keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut," jelang mantan Deputi di Kementerian PPN/Bappenas itu.

Selain itu, garis kemiskinan di Indonesia dihitung berdasarkan masing-masing provinsi yang memiliki karakteristik berbeda. Amalia menyebut bahwa BPS tidak menggunakan basis national poverty line untuk menghitung angka kemiskinan. 

Melalui Susenas, ujar Amalia, BPS menggunakan angka kemiskinan di masing-masing provinsi dan mengagregasinya ke angka nasional. 

"Dengan demikian kita bisa menunjukkan, standar hidup di provinsi DKI tidak akan sama dengan standar hidup misalnya di Papua Selatan. Provinsi DKI dan Papua Selatan memiliki garis kemiskinan yang berbeda," tuturnya. 

Laporan Bank Dunia

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, laporan Bank Dunia bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025 mengungkap angka kemiskinan Indonesia sebesar 60,3%. Laporan itu mengungkap jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2024. 

Persentase tersebut berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas yaitu pengeluaran per kapita sebesar US$6,85 per hari. Apabila dihitung dengan kurs Jisdor Rp16.829 per dolar AS, maka US$6,85 menjadi sekitar Rp115.278. 

Namun, perlu dicatat, garis kemiskinan dalam PPP tidak bisa dikonversi dengan kurs biasa. Angka garis kemiskinan itu harus dihitung dengan PPP Conversion Factor, yang nominalnya berbeda untuk setiap negara. 

Bank Dunia sendiri sudah mengategorikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas atau upper-middle income country pada 2023, setelah mencapai gross national income (GNI) atau pendapatan nasional bruto sebesar US$4.580 per kapita. 

Bank Dunia sendiri mengklasifikasikan sebuah negara sebagai negara berpendapatan menengah-atas apabila memiliki GNI di kisaran US$4.466—US$13.845 per kapita. 

Sementara itu, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 285,1 juta berdasarkan Susenas 2024 Badan Pusat Statistik (BPS). Mengacu pada data kemiskinan Indonesia Bank Dunia terbaru, 60,3% jumlah penduduk miskin itu setara dengan 172 juta orang. 

Bank Dunia memproyeksikan jumlah penduduk miskin Indonesia tersebut akan menurun sedikit demi sedikit beberapa tahun mendatang, yaitu menjadi 58,7% pada 2025, 57,2% pada 2026, dan 55,5% pada 2027.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper