Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terdapat aliran dana kasus suap dana hibah yang bersumber dari APBD Jawa Timur (Jatim) ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jatim.
Dugaan itu menjadi alasan di balik KPK menggeledah rumah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) La Nyalla Mataliti, Senin (14/4/2025). Dia diketahui merupakan mantan Ketua KONI Jatim periode 2010-2019.
"[Penggeledahan rumah La Nyalla] terkait dengan penyidikan perkara dana hibah, pada saat yang bersangkutan sebagai ketua KONI," ungkap Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).
Fitroh lalu juga membenarkan bahwa penggeledahan yang dilakukan untuk mencari bukti dugaan aliran dana hibah APBD Jatim ke KONI Jatim. Meski demikian, dia masih belum memerinci lebih lanjut apa saja bukti yang ditemukan di rumah La Nyalla.
Adapun La Nyalla sebelumnya buka suara ihwal penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di rumahnya. Dia mengeklaim penggeledahan itu guna mencari bukti terkait dengan tersangka kasus suap dana hibah, Kusnadi, yang merupakan mantan Ketua DPRD Jawa Timur.
La Nyalla menceritakan bahwa saat itu terdapat lima orang penyidik KPK yang menggeledah rumahnya.
Baca Juga
"Saya juga tidak tahu, saya juga tidak pernah berhubungan dengan Saudara Kusnadi. Apalagi saya juga tidak kenal sama nama-nama penerima hibah dari Kusnadi. Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas. Karena itu, pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang/uang/dokumen yang terkait dengan penyidikan,” katanya, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (14/4/2025).
Adapun KPK sebelumnya telah menetapkan sebanyak 21 orang tersangka dalam kasus tersebut. Empat orang tersangka adalah penerima suap, di mana tiga di antaranya adalah penyelenggara negara.
Kemudian, 17 orang lainnya adalah pemberi suap. Sebanyak 15 di antaranya adalah kalangan swasta, dan 2 lainnya adalah penyelenggara negara.
Perkara itu sebelumnya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jawa Timur pada Desember 2022 lalu. Salah satu tersangka yang ditetapkan dari OTT itu yakni Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjuntak (STPS).
Dalam catatan Bisnis, KPK pada perkara sebelumnya menduga tersangka STPS menerima uang sekitar Rp5 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat itu.
Secara keseluruhan, ada total empat tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus suap tersebut saat itu. Selain Sahat dan staf ahlinya bernama Rusdi, KPK turut menetapkan dua orang tersangka pemberi suap yakni Kepala Desa Jelgung sekaligus koordinator kelompok masyarakat (pokmas) Abdul Hamid, serta koordinator lapangan pokman Ilham Wahyudi.