Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejagung: Bos Pertamina Patra Niaga Perintahkan Oplos Pertamax

Kejagung mengungkap peran dua petinggi Pertamina Patra Niaga, yaitu memerintahkan mengoplos RON 92 atau jenis Pertamax.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kedua kiri) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (kedua kiri) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta baru dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023. Kejagung menduga dua tersangka baru, yang merupakan bos PT Pertamina Patra Niaga, memerintahkan oplos Pertamax.  

Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan Maya dan Edward berperan melakukan pembelian bahan bakar RON 90 atau lebih rendah atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), yang telah ditetapkan sebagai tersangka. 

Hanya saja, Qohar mengatakan pembelian bahan bakar itu tidak sesuai perencanaan. Sebab, kata dia, seharusnya pembelian itu dilakukan untuk pembelian RON 92 atau sejenis Pertamax.

"Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang," ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

Selanjutnya, Maya juga diduga telah memerintahkan Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 Premium dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga RON 92.

"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga," tambahnya.

Kemudian, Maya dan Edward juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung. 

Namun dalam pelaksanaannya, kedua tersangka justru menggunakan metode spot atau penunjukan langsung sehingga PT Pertamina Patra Niaga harus membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

Selain itu, Kejagung mengatakan Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui soal mark up kontrak shipping Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YF). 

Perbuatan itu kemudian telah membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%-15% kepada PT Navigator Khatulistiwa yang diketahui melawan hukum.

"Fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa," pungkasnya.

Atas perbuatan itu, Maya dan Edward disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018–2023.

Pada Senin (24/2), penyidik menetapkan tujuh orang tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku PT Pertamina International Shipping.

Tersangka lainnya, yakni Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kejagung menjelaskan posisi kasus ini adalah pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper