Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki masa kerja selama 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, sempat timbul sejumlah kebijakan blunder yang cukup membuat gaduh masyarakat.
Beberapa di antaranya bahkan cukup menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat. Sejumlah kebijakan blunder yang dibuat para menteri Kabinet Merah Putih di antaranya adalah sistem inti administrasi perpajakan atau aplikasi Coretax, dan pembatasan penjualan LPG 3 kilogram oleh para pengecer.
Sistem itu resmi meluncur pada 1 Januari 2025 sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 456/2024. Seharusnya, Coretax sudah beroperasi secara penuh pada awal 2025, namun masih ada sejumlah fitur yang belum bisa diakses wajib pajak.
Adapun, pelayanan Coretax masih belum dapat diakses secara sempurna, hal itu sontak membuat banyaknya masyarakat yang mengeluh mengalami kesulitan membayar pajak.
Dengan adanya kendala tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku waswas dengan potensi penerimaan negara yang terganggu karena sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax masih gangguan.
Airlangga sendiri berkunjung ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada Senin (3/2/2025) pagi. Ditemani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Dirjen Pajak Suryo Utomo, Airlangga mengecek pengaplikasian Coretax.
Baca Juga
Airlangga memastikan bahwa Kemenko Perekonomian memberi dukungan penuh atas pengaplikasian Coretax. Apalagi, sambungnya, kesuksesan Coretax akan mempengaruhi penerimaan negara.
"Jadi itu yang kami pastikan saja supaya penerimaan anggaran tidak terganggu dengan implementasi Coretax yang tentu perlu penyempurnaan," ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).
Politisi Partai Golkar itu tidak menampik bahwa terdapat sejumlah permasalahan yang ditemukan oleh wajib pajak ketika menggunakan Coretax. Bagaimanapun, tambahnya, Coretax langsung berlaku secara nasional.
Airlangga mengklaim berbagai kendala tersebut akan dijadikan masukan perbaikan Coretax ke depan. Salah satu permasalahan yang masih sering ditemui yaitu kendala penerbitan faktur pajak.
Oleh sebab itu, Airlangga mengaku sudah memberi saran agar diberlakukan sistem tersendiri untuk wajib pajak badan yang bergerak di sektor fast-moving consumer goods (FMCG) alias barang konsumsi yang bergerak cepat.
"Karena beda kan antara satu wajib pajak dengan wajib pajak perusahaan yang memproduksi banyak faktur, perusahaan yang banyak melakukan pemotongan pajak," jelasnya.
Aturan Pembatasan Penjualan LPG 3 Kg
Blunder lain yang dibuat menteri Kabinet Merah Putih adalah kebijakan yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kebijakan tersebut mengatur bahwa penjualan LPG 3 kg lewat pengecer atau warung dilarang mulai 1 Februari 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, larangan pengecer atau warung menjual LPG 3 kilogram (kg) demi menjaga harga LPG di tingkat masyarakat.
Bahlil menyebut, selama ini ada pihak yang memborong LPG 3 kg dan menjualnya tak sesuai harga eceran tertinggi [HET] sekitar Rp18.000 per tabung.
"Sudah volume [pembeliannya]-nya tidak wajar, harganya pun dimainkan. Nah, dalam rangka menertibkan ini, maka kita buatlah regulasi," kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan, jika distribusi LPG 3 kg hanya lewat pangkalan dan agen, pemerintah bisa mengontrolnya.
Dia mencontohkan, jika agen atau pangkalan menjual LPG melebihi HET, maka pemerintah bisa mencabut izinnya.
"Bahwa beli di pangkalan karena harga sampai di pangkalan itu pemerintah bisa kontrol. Kalau harga di pangkalan itu dinaikkan, izin pangkalannya dicabut, dikasih denda, dan kita bisa tahu siapa pemainnya," jelas Bahlil.
Namun, kebijakan tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapan pemerintah. Pemandangan antrean masyarakat di pangkalan-pangkalan LPG 3 kg justru timbul imbas adanya aturan tersebut.
Masyarakat mengeluhkan lebih susah untuk mendapatkan LPG 3 kg dibandingkan dengan sebelum adanya aturan tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan bahwa larangan untuk menjual dan mendistribusikan gas elpiji (LPG) 3 kg di level pengecer bukanlah inisiatif Presiden Prabowo Subianto.
Dasco mengaskan bahwa kebijakan tersebut bukan dari presiden. Presiden Prabowo, kata Dasco, justru menginstruksikan agar penjualan gas kembali berjalan seperti semula di agen atau pengecer.
"Sebenarnya ini bukan kebijakan dari Presiden untuk kemudian melarang kemarin itu, tapi melihat situasi dan kondisi, tadi Presiden turun tangan untuk menginstruksikan agar para pengecer bisa berjalan kembali," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).