Bisnis.com, JAKARTA - Iran menggelar latihan pertahanan udara pada Sabtu (11/1/2025) waktu setempat di tengah potensi ketegangan lebih lanjut dengan musuh bebuyutannya, Israel, dan Amerika Serikat (AS) di bawah presiden AS terpilih Donald Trump.
Mengutip Reuters pada Minggu (12/1/2025), latihan perang itu berlangsung saat para pemimpin Iran menghadapi risiko bahwa Trump dapat memberi wewenang kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menyerang situs nuklir Iran, sembari semakin memperketat sanksi AS terhadap industri minyaknya melalui kebijakan tekanan maksimum.
"Dalam latihan ini...sistem pertahanan akan berlatih melawan ancaman udara, rudal, dan peperangan elektronik dalam kondisi medan perang yang sebenarnya...untuk melindungi langit negara dan wilayah yang sensitif dan vital," kata televisi pemerintah Iran.
Latihan hari Sabtu adalah bagian dari latihan selama dua bulan yang diluncurkan pada tanggal 4 Januari yang telah mencakup permainan perang di mana Garda Revolusi elit mempertahankan instalasi nuklir utama di Natanz dari serangan tiruan rudal dan pesawat nirawak.
Militer Iran mengatakan bahwa mereka menggunakan pesawat nirawak dan rudal baru dalam latihan tersebut dan merilis rekaman "kota rudal" bawah tanah baru yang dikunjungi oleh Panglima Tertinggi Garda Revolusi, Mayor Jenderal Hossein Salami.
Iran baru-baru ini mengalami kemunduran di Lebanon setelah serangan Israel terhadap Hizbullah yang didukung Iran dan penggulingan sekutu Teheran, Presiden Bashar Al-Assad, di Suriah bulan lalu.
Baca Juga
Namun Salami memperingatkan dalam pidato yang disiarkan oleh TV pemerintah tentang "rasa senang yang salah" di antara musuh-musuh Iran, dengan mengatakan Iran dan khususnya pasukan rudalnya lebih kuat dari sebelumnya.
Meski pejabat Iran telah meremehkan kemunduran Iran, seorang jenderal Iran, Behrouz Esbati, yang dilaporkan bermarkas di Suriah, mengatakan dalam pidato yang beredar di media sosial bahwa Iran telah kalah telak di Suriah. Adapun, hingga saat ini keaslian rekaman itu belum dapat terverifikasi.
Pada 2018 lalu, Trump menarik diri dari kesepakatan yang dibuat oleh pendahulunya Barack Obama pada 2015 di mana Iran setuju untuk mengekang pengayaan uranium, yang dapat menghasilkan bahan untuk senjata nuklir, sebagai imbalan atas pelonggaran sanksi ekonomi AS dan PBB.