Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah ahli penerbangan menyatakan banyak hal yang belum terungkap terkait dengan kecelakaan pesawat Jeju Air. Mereka mempertanyakan seberapa besar dampak tabrakan dengan kawanan burung dapat menyebabkan insiden tragis tersebut.
Dilansir Reuters pada Minggu (29/12/2024), para ahli menilai tidak adanya roda pendaratan, waktu pendaratan perut pesawat 737-800 di Bandara Internasional Muan, dan laporan kemungkinan tabrakan dengan burung, semuanya memunculkan pertanyaan yang belum dapat terjawab.
Pesawat dengan lorong tunggal ini sebelumnya terlihat dalam sebuah video yang disiarkan oleh media lokal Korea meluncur di landasan tanpa roda pendaratan, sebelum menabrak dinding.
"Saat ini masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Mengapa pesawat melaju begitu cepat? Mengapa sayapnya tidak terbuka? Mengapa roda pendaratan tidak diturunkan?" kata Gregory Alegi, seorang pakar penerbangan dan mantan pengajar di akademi angkatan udara Italia.
Christian Beckert, seorang pakar keselamatan penerbangan dan pilot Lufthansa, mengatakan rekaman video menunjukkan bahwa sebagian besar sistem pengereman pesawat tidak diaktifkan, sehingga menimbulkan masalah besar dan laju pendaratan yang cepat.
Beckert mengatakan tabrakan burung tidak mungkin merusak roda pendaratan saat masih terangkat dan jika terjadi saat roda pendaratan turun, akan sulit untuk menaikkannya lagi.
"Sangat, sangat jarang dan sangat tidak biasa untuk tidak menurunkan roda pendaratan, karena ada sistem independen yang memungkinkan kita menurunkan roda pendaratan dengan sistem alternatif," katanya. Penyelidikan itu akan memberikan gambaran yang lebih jelas, tambahnya.
"Serangan burung bukanlah suatu hal yang tidak biasa terjadi [pada penerbangan], begitu juga dengan masalah pada mesin pesawat. Serangan burung terjadi jauh lebih sering, tetapi biasanya tidak menyebabkan hilangnya pesawat," kata editor Airline News Geoffrey Thomas.
Pakar keselamatan penerbangan Australia Geoffrey Dell mengatakan serangan burung dapat berdampak pada mesin CFM International jika terhisap ke dalamnya, tetapi itu tidak akan langsung mematikannya. "Ada waktu bagi waktu untuk bereaksi," katanya.
Sebagai informasi, setelah peringatan serangan burung dan deklarasi mayday, pilot mencoba mendarat di landasan dari arah yang berlawanan, kata seorang pejabat kementerian transportasi Korea.
Perubahan rencana itu menimbulkan lebih banyak pertanyaan bagi para penyelidik, kata Marco Chan, seorang dosen senior dalam operasi penerbangan di Universitas Buckinghamshire New dan seorang mantan pilot.
"Arahnya diubah ke arah yang berlawanan juga cukup terlambat, yang menambah beban kerja," kata Chan. "Banyak sekali tebak-tebakan pada tahap ini."
Sementara, pakar penerbangan Italia Alegi mengatakan, burung yang menabrak pesawat saja tidak mungkin menjelaskan skala bencana tersebut. "Tentu saja mungkin ada tabrakan burung," katanya. "Namun, konsekuensinya terlalu besar untuk menjadi penyebab langsung kecelakaan tersebut."
Adapun, tim investigasi Korea Selatan sedang menyelidiki kecelakaan Jeju Air Penerbangan 7C2216, termasuk dampak dari kemungkinan tabrakan burung dan cuaca. Sebanyak 179 dari 181 orang di dalamnya dilaporkan meninggal dunia.
Wakil Menteri Transportasi Joo Jong-wan mengatakan panjang landasan pacu sepanjang 2.800 meter bukan merupakan faktor penyebabnya dan dinding di ujung landasan dibangun sesuai standar industri.
Seorang juru bicara Jeju Air tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Jeju Air menolak berkomentar tentang penyebabnya selama konferensi pers, dengan mengatakan bahwa penyelidikan sedang dilakukan.