Bisnis.com, JAKARTA -- Tim kuasa hukum terdakwa kasus korupsi tata niaga PT Timah Tbk. (TINS) Harvey Moeis menyatakan akan memanfaatkan waktu pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya setelah majelis hakim menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara.
Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juga memvonis Harvey dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, subsider 2 tahun penjara, jika tidak mampu melunasinya.
Tim kuasa hukum Harvey Moeis, Andi Ahmad mengatakan putusan ini masih memiliki sejumlah kelemahan. Menurutnya, amar putusan ini hampir identik dengan tuntutan jaksa. Dia tidak melihat adanya analisis yang mendalam dari sisi hakim.
"Tim hukum menyatakan akan memanfaatkan waktu pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya, termasuk kemungkinan mengajukan keberatan atas penyitaan aset yang dinilai tidak relevan dengan perkara ini," ujarnya, Senin (23/12/2024).
Tim kuasa hukum akan memastikan bahwa keputusan ini adil, terutama bagi pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan kasus ini, seperti istri Harvey, yaitu Sandra Dewi.
Tim juga masih mempertanyakan keputusan hakim yang memerintahkan penyitaan seluruh aset terdakwa, termasuk harta yang bukan atas nama Harvey, dalam sidang kasus korupsi dan pencucian uang.
Baca Juga
Pengacara menegaskan bahwa beberapa aset yang disita merupakan milik Sandra Dewi, yang sudah menjalani perjanjian pisah harta dengan Harvey Moeis.
"Kalau semua harta ini disita, termasuk yang atas nama Sandra Dewi, padahal mereka sudah pisah harta, ini tentu perlu kami kaji lebih dalam," ujarnya.
Menurut Andi, penyitaan ini menimbulkan tanda tanya besar terkait dasar pertimbangan hakim.
"Kami belum menerima salinan putusan, jadi belum tahu apa yang menjadi dasar amar putusan ini. Tapi yang jelas, kami akan mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dalam waktu tujuh hari ke depan," tambahnya.
Selain isu pisah harta, tim kuasa hukum juga menyoroti bahwa banyak aset yang disita sudah diperoleh terdakwa sebelum tempus perkara atau terjadinya tindak pidana, pada 2015.
"Ada aset yang didapat pada 2012 dan 2010, jauh sebelum dugaan tindak pidana terjadi. Ini yang akan kami dalami dalam analisis kami," kata Andi.
Dalam konteks hukum, perjanjian pisah harta memungkinkan pasangan suami istri untuk memisahkan kepemilikan dan pengelolaan aset.
Harta yang sudah dipisahkan secara hukum seharusnya tidak bisa dianggap sebagai bagian dari kekayaan terdakwa yang dapat disita.
Sebagaimana diketahui, aset Sandra Dewi juga turut disita dalam kasus ini, yaitu berupa tas, logam mulia, dan rekening deposito senilai Rp33 miliar. Harta Sandra Dewi dimiliki jauh sebelum tempus perkara, dan hartanya merupakan bayaran atas kontrak pekerjaannya sebagai aktris ataupun model.