Bisnis.com, BADUNG – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI terus mengeksplorasi kerja sama dengan Afrika Selatan atas berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pariwisata dan beberapa sektor lainnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Mansury menyebutkan bahwa mereka sedang membahas terkait perjanjian pembebasan visa untuk para pemegang paspor hijau yang pada umumnya digunakan oleh WNI.
"Kita berharap ini adalah sesuatu yang kita sudah mulai bicarakan dan tentunya nanti akan ada proses diskusi dan negosiasi untuk bisa memungkinkan hal tersebut," ujarnya dalam agenda Indonesia-Africa Forum 2024 di Nusa Dua Bali, Selasa (3/9/2024).
Menurutnya dengan perjanjian yang potensial ini dapat meningkatkan people to people contact dan hubungan bisnis antara Indonesia dan Afrika Selatan.
Dengan demikian, hal ini akan mempermudah pemegang paspor untuk melakukan perjalanan ke Afrika Selatan.
Selain itu, pihaknya juga mulai mengeksplorasi penjajakan juga sebuah Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia dengan Southern Africa Customs Union, di mana Afrika Selatan menjadi bagian dari organisasi tersebut.
Baca Juga
Sebelumnya, dia menyoroti ada beberapa sektor potensial yang bisa digali oleh Indonesia-Afrika.
Pertama, yang disorotinya adalah bidang energi. Pasalnya, Indonesia saat ini mengimpor sekitar 500.000 hingga 600.000 barel minyak per hari.
"Ini adalah salah satu area di mana Indonesia dapat mengembangkan ketahanan energi dengan berkolaborasi dengan negara-negara Afrika, mengingat bahwa sekitar 10 hingga 12% dari cadangan minyak dan gas global saat ini berada di Afrika," ujarnya dalam Panel Discussion, Senin (2/9/2024).
Namun, tidak hanya tentang bahan bakar fosil atau energi hidrokarbon, Pahala menilai pihaknya juga melihat bahwa di masa depan, akan ada banyak peluang untuk mengembangkan rantai pasokan global yang lebih kuat untuk mineral-mineral kritis, terutama mineral-mineral penting untuk transisi energi di masa depan.
Tak hanya itu, seiring adanya upaya perubahan iklim, maka dukungan transisi energi di masa depan juga dapat terjalin antarnegara.
"Permintaan mineral kritis diperkirakan akan meningkat lebih dari enam kali lipat dari apa yang kita lihat hari ini," ujarnya.
Sekarang, Indonesia mungkin memiliki banyak nikel saat ini, dan juga tembaga, tetapi untuk membangun dan memproduksi baterai sebagai bagian penting dari transisi energi di masa depan, RI dinilai juga memerlukan mineral kritis lain seperti lithium, kobalt, dan grafit.
"Dan kami percaya bahwa semua mineral kritis ini melimpah di Afrika," ujarnya.
Ketiga adalah di bidang ketahanan pangan. Di mana RI melihat bahwa di bidang ketahanan pangan, ada banyak peluang bagi kedua negara untuk bekerja sama, karena akan ada sekitar 1,7 miliar populasi gabungan antara Indonesia dan Afrika, dan ini akan terus tumbuh di masa depan.
"Oleh karena itu, kebutuhan kedua wilayah untuk dapat memproduksi cukup makanan bagi populasi akan sangat krusial jika kita ingin terus berkembang," katanya.
Keempat adalah di bidang kesehatan. Tercatat, Indonesia sudah memproduksi sekitar 1 miliar vaksin untuk negara-negara Afrika.
"Saya pikir perawatan kesehatan sebenarnya akan menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa kita akan terus mengembangkan dan meningkatkan human capital index kita," ujarnya.