Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Mendadak Bahas RUU Pilkada dan Ambil Keputusan Malam Ini (21/8), Anulir Putusan MK?

DPR akan membahas RUU Pilkada dengan DPR bahkan berencana mengambil keputusan malam ini Rabu (21/8/2024). Putusan MK bakal dianulir?
Suasana gedung DPR/MPR RI jelang Sidang MPR Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (16/8/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Suasana gedung DPR/MPR RI jelang Sidang MPR Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (16/8/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berpeluang untuk mengebut penyelesaian pembahasan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota atau RUU Pilkada pada hari ini, Rabu (21/8/2024). Benarkan untuk anulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Berdasarkan jadwal kegiatan DPR yang dibagikan ke wartawan, Badan Legislasi (Baleg) DPR akan menggelar rapat kerja (raker) dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam rangka membahas RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada).

Rapat kerja antara Badan Legislasi DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan digelar Rabu (21/8/2024) pada pukul 10.00 WIB.

Kemudian, rapat akan diteruskan dalam lingkup Panja Pembahasan RUU Pilkada pada 13.00 WIB. Kemudian, pada malam hari ini Baleg dan pemerintah beserta DPD akan menggelar rapat Pengambilan Keputusan atas hasil Pembahasan RUU Pilkada.

Isi Putusan MK soal Pilkada Serentak 

Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari sebelummya, Selasa (20/8/2024), menyatakan partai politik atau gabungan partai politik bisa mengajukan calon kepala daerah gubernur, bupati dan wali kota kendati tidak memiliki kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di daerah tersebut. Hal itu tertuang dalam putusan MK pada perkara No.60/PUU-XXII/2024.

Perkara itu merupakan uji materi terhadap pasal 40 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang (UU) No.10/2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU.

Adapun, pasal yang digugat oleh pemohon ke MK itu berbunyi bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mencalonkan pasangan kepala daerah di Pilkada harus memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum DPRD yang bersangkutan.

Dalam amar putusan yang dibacakan, MK menyatakan permohonan provisi pemohon pada perkara No.60/PUU-XXII/2024 itu ditolak. Kemudian, dalam pokok permohonan, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon.

"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Suhartoyo, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan pasal 40 ayat (1) UU No.10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi undang-undang, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2016 No.130, Tambagan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5898 bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pasal itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut;

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut;

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut;

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Adapun, MK menyatakan bahwa pasal 40 ayat (3) UU No.10/2016 itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pasal itu mengatur bahwa dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan.

"Menyatakan pasal 40 ayat (3) UU No.10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi undang-undang, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2016 No.130, bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Dilansir dari situs resmi MK, MK menggelar sidang perdana pengujian materiil undang-undang (UU) No.10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) pada Kamis (11/7/2024), di Ruang Sidang MK.

Perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih tersebut, Para Pemohon yang diwakili oleh Imam Nasef selaku kuasa hukum menyampaikan Para Pemohon merupakan Partai Politik yang telah mengikuti Pemilihan Umum Tahun 2024.

Sehingga Para Pemohon yang merupakan Partai Politik memiliki kader/anggota/pengurus yang harus dilindungi hak-haknya, khususnya hak politik berupa hak memilih dan hak dipilih sebagai pejabat pemerintahan.

“Hal ini menjadi konsekuensi logis dalam berdemokrasi, bahwa berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah maka setiap warga negara termasuk anggota/pengurus partai politik harus dijamin dan dilindungi hak-haknya khususnya hak untuk memilih [right to be vote] dan haknya untuk dipilih [right to be candidate], dan hak-hak Partai Politik pun juga harus dilindungi dan mendapatkan perlakuan yang sama dalam mengajukan calon kepala daerah/wakil kepala daerah,” tegas Imam.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper