Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Australia Klaim Tewasnya Pekerja Bantuan Internasional di Gaza Tidak Disengaja

Pemerintah Australia mengeklaim tewasnya pekerja bantuan internasional di Gaza, Palestina, dalam serangan udara Israel pada April 2024 tidak disengaja.
Asap akibat ledakan setelah militer Israel mengeluarkan perintah untuk mengevakuasi sebagian kota di Khan Younis, Gaza Selatan, Senin (22/7/2024). Bloomberg/Ahmad Salem
Asap akibat ledakan setelah militer Israel mengeluarkan perintah untuk mengevakuasi sebagian kota di Khan Younis, Gaza Selatan, Senin (22/7/2024). Bloomberg/Ahmad Salem

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Australia mengeklaim tewasnya pekerja bantuan internasional di Gaza, Palestina, dalam serangan udara Israel pada April 2024 tidak disengaja.

Klaim itu tertuang dalam tinjauan yang dirilis Pemerintah Australia atas insiden tersebut, Jumat (2/8/2024).

Dilansir Reuters, Pemerintah Australia dalam tinjauannya melaporkan bahwa tewas pekerja bantuan internasional di Gaza pada saat itu merupakan akibat dari kegagalan operasional yang serius tetapi tidak disengaja.

Pada saat itu, tiga serangan udara Israel menghantam konvoi kendaraan bantuan yang melakukan perjalanan melalui Gaza pada tanggal 1 April 2024. Insiden itu menewaskan tujuh staf World Central Kitchen (WCK), termasuk pemimpin tim Australia Zomi Frankcom. 

Selain itu, korban tewas dalam serangan itu adalah warga Palestina dan warga negara Amerika Serikat, Inggris, dan Polandia.

Serangan itu alhasil menuai kecaman luas dari sekutu Israel. Beberapa pihak bahkan menuding Israel secara sengaja menargetkan para pekerja bantuan, tetapi kemudian ditolak.

Tinjauan Pemerintah Australia atas kematian pekerja bantuan internasional tersebut mengatakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) memutuskan untuk meluncurkan rudal ke konvoi tersebut setelah secara keliru percaya bahwa konvoi tersebut dibajak oleh pejuang Hamas, yang sebenarnya adalah penjaga keamanan yang dikontrak secara lokal.

Tinjauan itu juga menyebutkan bahwa informasi tentang pergerakan konvoi WCK belum sampai ke tim IDF yang berada di balik serangan tersebut. Kebingungan tersebut bertambah parah karena pejabat Israel tidak dapat berkomunikasi langsung dengan konvoi bantuan tersebut.

Staf IDF juga melanggar prosedur standar dalam memerintahkan serangan kedua dan ketiga terhadap konvoi tersebut tanpa melakukan proses identifikasi lainnya, katanya.

"Dalam insiden itu, tampaknya kontrol IDF gagal, yang menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan dan kesalahan identifikasi, yang kemungkinan diperparah oleh tingkat bias konfirmasi," menurut Kepala Marsekal Udara Mark Binskin yang melakukan perjalanan ke Israel untuk menyelidiki kematian tersebut.

"Berdasarkan informasi yang tersedia bagi saya, menurut penilaian saya, serangan IDF terhadap pekerja bantuan WCK tidak secara sadar atau sengaja ditujukan terhadap WCK."

Binskin mengatakan permintaan maaf dan kompensasi bagi keluarga korban merupakan pertimbangan penting bagi Israel. Namun, tinjauan itu tidak merekomendasikan Australia untuk menuntut Israel.

IDF telah meminta maaf dan memecat dua komandan senior yang terlibat dalam serangan tersebut. Tiga komandan lainnya ditegur secara resmi. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan serangan itu tidak disengaja dan tragis.

Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong mengatakan pihaknya ingin pemangku kepentingan terkait dimintai pertanggungjawaban, termasuk tuntutan pidana jika perlu.

Wong mengatakan dia telah menulis surat kepada mitranya dari Israel untuk meminta perlindungan yang lebih besar bagi pekerja kemanusiaan.

"Kami telah melihat 250 pekerja bantuan tewas selama konflik ini dan kami juga telah melihat kejadian baru-baru ini di mana kendaraan PBB ditembaki dan jelas bahwa lebih banyak yang perlu dilakukan."

Keluarga pekerja bantuan yang terbunuh Frankcom menyebut peninjauan Australia sebagai langkah awal yang penting dan mengatakan mereka berharap Israel akan melakukan penyelidikan lebih lanjut yang diikuti dengan tindakan yang tepat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper