Bisnis.com, JAKARTA - Korea Utara (Korut) ingin membuka kembali perundingan nuklir dengan Amerika Serikat (AS) jika Donald Trump kembali terpilih menjadi Presiden. Negara ini juga sedang berupaya merancang strategi negosiasi baru.
Hal tersebut diungkapkan oleh diplomat senior Korea Utara yang baru-baru ini membelot ke Korea Selatan, Ri Il Gyu dari Kuba. Ia merupakan diplomat Korea Utara berpangkat tertinggi yang membelot ke Korea Selatan sejak tahun 2016. Pelariannya telah menjadi berita utama di seluruh dunia.
Gyu menuturkan bahwa Korea Utara telah menetapkan Rusia, AS, dan Jepang sebagai prioritas utama kebijakan luar negerinya pada tahun ini dan seterusnya. Sambil memperkuat hubungan dengan Rusia, Korut ingin membuka kembali perundingan Trump jika menjadi presiden.
Para diplomat Korut dikatakan tengah memetakan strategi untuk skenario tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencabut sanksi terhadap program persenjataannya, mencabut penunjukannya sebagai negara sponsor terorisme dan memperoleh bantuan ekonomi.
Komentarnya mengisyaratkan potensi perubahan dari sikap Korea Utara saat ini setelah pernyataan terbaru yang mengabaikan kemungkinan dialog dengan AS dan memperingatkan konfrontasi bersenjata.
Kemudian, diketahui bahwa KTT antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Trump di Vietnam pada 2019 gagal karena sanksi. Ri sebagian menyalahkan keputusan Kim untuk mempercayakan diplomasi nuklir kepada komandan militer yang tidak berpengalaman dan tidak tahu apa-apa.
Baca Juga
"Kim Jong Un tidak tahu banyak tentang hubungan internasional dan diplomasi, atau bagaimana membuat penilaian strategis," jelasnya, dikutip dari Reuters, Kamis (1/8/2024).
Menurutnya, kali ini Kementerian Luar Negeri pasti akan mendapatkan kekuasaan dan mengambil alih kendali, dan tidak akan mudah bagi Trump untuk “mengikat tangan dan kaki” Korut lagi selama empat tahun tanpa memberikan apa pun.
Dengan menjalin hubungan lebih dekat dengan Rusia, Korut menerima bantuan dalam teknologi rudal dan ekonominya.
Namun, manfaat yang lebih besar bisa berupa memblokir sanksi tambahan dan melemahkan sanksi yang sudah ada. Hal ini dikatakan dapat meningkatkan daya tawar Korut terhadap AS.
“Rusia mengotori tangan mereka sendiri dengan terlibat dalam transaksi-transaksi terlarang dan, berkat hal itu, Korea Utara tidak perlu lagi bergantung pada AS untuk mencabut sanksi-sanksi, yang pada dasarnya berarti mereka telah melucuti salah satu alat tawar-menawar utama AS,” tutur Ri.
Di Tokyo, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan bahwa ia ingin bertemu dengan Kim. Namun, masalah warga Jepang yang diculik oleh Korea Utara pada tahun 1970-an dan 80-an telah lama menjadi batu sandungan.
Menurut Ri, Kim akan mencari cara untuk mengadakan pertemuan puncak dengan Jepang, dengan tujuan mendapatkan bantuan ekonomi sebagai imbalan atas konsesi terkait masalah penculikan.
"Mereka mengatakan bahwa masalah tersebut telah terselesaikan, tetapi itu hanya untuk meningkatkan kekuatan negosiasi hingga dia membuat konsesi di pertemuan puncak," pungkasnya.