Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Karen Agustiawan Terjerembap di Kasus LNG Pertamina

Karen Agustiawan divonis hukuman pidana penjara 9 tahun dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) Pertamina.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan meninggalkan Rumah Tahanan Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (10/3/2020)/Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan meninggalkan Rumah Tahanan Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (10/3/2020)/Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009–2014, divonis hukuman pidana penjara sembilan tahun dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) Pertamina. 

Kendati tidak memperoleh hasil dari tindakan rasuah yang didakwakan, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan bahwa Karen terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa terkait dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa penjara selama sembilan tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Maryono di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).

Vonis hakim terhadap wanita bernama lengkap Galaila Karen Kardinah itu lebih ringan dari tuntutan yang dilayangkan sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), yakni 11 tahun penjara. 

Selain hukuman bui, Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana denda kepada Karen sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Nilai sanksi pidana denda tersebut lebih kecil dari tuntutan jaksa yaitu Rp1 miliar. 

Kemudian, hakim juga tidak membebani Karen uang pengganti Rp1,09 miliar dan US$104,016, sebagaimana dakwaan jaksa.

Dalam persidangan, Majelis Hakim Tipikor memerinci sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan vonis kepada Karen. Beberapa hal yang memberatkan Karen antara lain perbuatannya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak  pidana korupsi dan merugikan keuangan negara. 

"Hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, terdakwa memiliki tanggungan keluarga, terdakwa mengabdikan diri pada Pertamina," ujar Hakim Maryono.

DAKWAAN KPK

Dalam persidangan sebelumnya, KPK pertama-tama mendakwa Karen merugikan keuangan negara sebesar US$113,83 juta (atau sekitar Rp1,87 triliun berdasarkan kurs jisdor BI Rp16.431 per dolar AS) akibat kerja sama kontrak pengadaan LNG Pertamina dengan perusahaan produsen gas alam cair asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL), LLC. Dakwaan kedua untuk Karen adalah memperkaya diri sendiri senilai Rp1,09 miliar dan US$104.016. 

Nilai kerugian keuangan negara yang disebut dalam surat dakwaan Karen merupakan hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada PT Pertamina (Persero) dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023. 

CCL merupakan perusahaan yang menandatangani kerja sama pengadaan LNG dengan Pertamina di bawah kepemimpinan Karen saat itu. Perusahaan yang berbasis di negara bagian Texas di AS itu merupakan anak usaha dari Cheniere Energy, Inc.  

JPU menyatakan bahwa persetujuan pengembangan bisnis gas Pertamina pada beberapa kilang LNG potensial di AS itu dilakukan tanpa pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa dasar justifikasi, analisis, maupun tanggapan tertulis pada Dewan Komisaris perseroan. 

Mantan Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dalam sidang pembacaan tuntutan kasus korupsi pengadaan LNG di PN Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2024) - Bisnis/Dany Saputra.
Mantan Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dalam sidang pembacaan tuntutan kasus korupsi pengadaan LNG di PN Jakarta Pusat, Kamis (30/5/2024) - Bisnis/Dany Saputra.

Karen juga disebut menandatangani perjanjian jual beli LNG dengan CCL tanpa persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dia lalu memberikan kuasa kepada dua anak buahnya, Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013–2014 serta Direktur Gas Pertamina 2012–2014 Hari Kayuliarto, untuk menandatangani masing-masing Sales and Purchase Agreement (SPA) CCL Train 1 dan Train 2.

Hal itu turut dilakukan Karen tanpa adanya pembeli LNG dari CCL itu yang sudah diikat dengan perjanjian pembelian.   

Pada sidang pembacaan tuntutan, JPU KPK berpendapat bahwa pembelian LNG oleh Pertamina dari CCL hanya dalih Karen semata, bukan karena adanya kebutuhan domestik. Jaksa menyebut kebutuhan gas domestik masih bisa dipenuhi dari dalam negeri sehingga saat itu tidak membutuhkan impor. 

Berdasarkan uraian jaksa, kontrak jangka panjang pembelian 40 juta ton LNG periode 2017–2036 di bawah kepemimpinan Karen awalnya ditujukan untuk proyek floating storage regasification unit (FSRU) Jawa Tengah. Namun, pada perjalanannya bahwa proyek FSRU Jawa Tengah dibatalkan.

Jaksa juga menyebut LNG dari CCL tidak berhasil diserap lantaran harga yang dibeli dari perusahaan AS itu terlalu mahal untuk kilang Pertamina.  Alhasil, lanjut jaksa, LNG dari CCL tidak bisa diserap oleh pasar domestik. 

Pertamina pun disebut menjual sebanyak delapan kargo gas alam cair dari CCL itu di pasar spot dengan harga lebih rendah. Kemudian, perseroan juga harus membayar suspension fee atas batalnya pembelian sebanyak tiga kargo LNG lainnya.

Di sisi lain, Karen turut didakwa 'bermanuver' sendiri untuk menjalin komunikasi dengan salah satu pihak pemegang saham Cheniere Energy, Inc. Tujuannya yakni untuk mendapatkan jabatan di perusahaan investasi tersebut. 

Dalam surat dakwaan yang sama, JPU juga menyebut Blackstone merupakan pemilik saham dari induk CCL yaitu Cheniere Energy, Inc. Karen disebut menjalin komunikasi dengan Blackstone untuk mendapatkan jabatan di perusahaan itu usai meloloskan kontrak pengadaan LNG antara CCL dan Pertamina.

"Dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equity Group Blackstone karena PT Pertamina telah mengambil proyek Corpus Christi Liquefaction," demikian bunyi surat dakwaan.

Meski demikian, dalam pertimbangan hakim, gaji yang diterima Karen dari Blackstone sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 merupakan penghasilan resmi lantaran sudah dipotong pajak sekaligus dilaporkan dalam SPT 2015. Uang itu juga diterima setelah Karen mengundurkan diri dari perseroan.

"Majelis hakim sependapat dengan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa bahwa uang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 adalah penghasilan resmi sebagai senior advisor [Blackstone]," kata Hakim Ketua Maryono. 

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan meninggalkan Rumah Tahanan Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (10/3/2020) - Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan meninggalkan Rumah Tahanan Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (10/3/2020) - Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

BANDING?

Usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Karen Agustiawan mengaku masih syok akibat vonis sembilan tahun dari Majelis Hakim atas kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG Pertamina.

"Saya enggak akan mikir apa-apa. Yang penting saya sudah berbuat terbaik buat negara. Kalau ini balasannya, enggak apa-apa," kata Karen. 

Karen juga mengaku tidak kecewa dengan putusan hakim. Dia merasa sudah berkorban untuk negara.

"Saya enggak pernah kecewa ya. Yang penting saya sudah berbuat terbaik. Kalau memang ini balasannya, nanti kita di akhirat aja ya. Mudah-mudahan saya mendapat balasan yang sesuai dengan apa yang sudah saya korbankan untuk negara," terang Karen.

Saat ditanya ihwal proses hukum selanjutnya, Karen mengaku masih syok. Di mengaku belum memutuskan apabila akan mengajukan banding.

"Saya enggak mau bahas soal banding dulu ya. Karena terus terang keputusan hari ini itu saya lelah secara batin dan fisik. Jadi saya enggak mau bicara itu dulu. Boleh ya," tuturnya. 

Penasihat hukum Karen, Luhut Pangaribuan mengamini pernyataan Karen. Meski demikian, dia secara pribadi ingin mengajukan banding atas putusan terhadap kliennya itu.

"Kalau saya sih banding. Saya sebenarnya mengatakan banding, tetapi kan hak dari terdakwa. Jadi saya enggak mendahului. Dia syok," kata Luhut secara terpisah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper