Bisnis.com, JAKARTA - Badan Verifikasi Sanad Al-Jazeera mengatakan bahwa berdasarkan analisis yang dilakukan, Israel telah mengambil alih sekitar 32% wilayah Gaza.
Israel telah menghancurkan lingkungan secara sistematis untuk menciptakan zona penyangga dan poros tengah yang membaginya.
Menurut analisis tersebut, jumlah itu tidak termasuk wilayah Koridor Philadelphi di perbatasan Mesir, yang Israel nyatakan telah mereka kuasai pada Kamis (30/5/2024).
Penghancuran total wilayah di Gaza terjadi dengan cepat melalui serangan udara, serangan artileri, dan buldoser.
Wakil Sekretaris Jenderal Urusan Kemanusiaan Dan Koordinator Bantuan Darurat Martin Griffiths mengatakan tidak ada tempat yang aman di Gaza dan kehidupan manusia yang bermartabat hampir mustahil.
“Bahkan jika orang-orang dapat kembali ke rumah, banyak yang tidak lagi memiliki rumah untuk dituju," katanya, dilansir Al-Jazeera, pada Minggu (2/6).
Baca Juga
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sekitar 85% penduduk Gaza, atau 1,9 juta orang telah menjadi pengungsi, dan separuh dari mereka mengungsi pada bulan Mei saja.
Jumlah tersebut jauh melebihi tragedi Nakba 1948, sekitar 700.000 warga Palestina diusir dari rumah dan desa mereka oleh Zionis untuk membuka jalan bagi pembentukan negara Israel.
Analisis Sanad terhadap citra satelit menunjukkan tingkat kehancuran sebesar 80-90% di wilayah seluas 120 km persegi (46 mil persegi) yang diambil Israel. Belum berakhirnya serangan Israel terhadap Gaza, wilayah tersebut bisa semakin berkurang.
Peta yang dibuat oleh Sanad menunjukkan bahwa perbatasan Gaza telah didorong ke dalam dan menjadi jalur selebar 1,5 km (0,93 mil) yang membentang sepanjang 6,5 km (4 mil) di tengah wilayah Juhor ad-Dik, yang dikenal sebagai poros Nezarim.
Laporan ini juga mengidentifikasi tingkat kehancuran dan pendobrakan yang dilakukan militer Israel di wilayah perbatasan dan di seluruh Gaza Tengah.
Analisis tersebut menunjukkan bahwa daerah-daerah di jalur yang diperangi dan dikepung telah dibuldoser dan dihancurkan seluruhnya dan operasi pemindahan dilakukan untuk mengubah “zona berbahaya” menjadi zona penyangga.
Sementara itu di wilayah Utara, Sanad menemukan bahwa wilayah penghancuran yang dilakukan oleh pasukan Israel di Kota Beit Hanoon membentang 2,5 km (1,5 mil) dari perbatasan Gaza, sementara 5 kilometer (3,1 mil) telah tergerus di Beit Lahiya dan 3 kilometer (1,9 mil) mil) di kamp Jabalia.
Kehancuran di kamp pengungsi Bureij dan kamp Maghazi masing-masing telah mencapai 1,7 km (1 mil) dan 2 kilometer (1,2 mil) dari perbatasan.
Sejauh ini, wilayah Selatan adalah wilayah yang paling terkena dampaknya. Daerah Kissufim dan Bani Suhaila, keduanya di sebelah Timur Khan Younis, mengalami kerusakan yang masing-masing membentang sejauh 3,7 (2,3 mil) dan 4 kilometer (2,5 mil) dari perbatasan.
Adapun di Kota Rafah, kerusakan terjadi sepanjang 5,1 km (3,2 mil) dari perbatasan hingga lingkungan as-Salam.
Militer Israel telah mengklaim bahwa mereka berusaha untuk melucuti senjata Hamas, namun hanya memberikan sedikit indikasi atau bukti yang dapat diverifikasi bahwa upaya mereka mempunyai dampak strategis.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken telah mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa AS menentang perubahan permanen dalam komposisi wilayah Gaza dan menolak perpindahan permanen penduduknya, pada 23 Januari lalu.
Seperti diketahui, menurut Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, terdapat lebih dari 36.000 warga Palestina telah terbunuh sejak 7 Oktober tahun lalu.
Adapun jumlah tersebut dua kali lipat jumlah yang terbunuh pada tahun 1947-1949, dan masih banyak lagi yang diperkirakan tewas di bawah reruntuhan dan kehancuran.