Bisnis.com, JAKARTA -- Target pengurangan emisi karbon dari sekelompok emiten besar secara kolektif dinilai terlalu lemah. Hal ini menandakan bahwa perusahaan tersebut gagal memainkan peran dalam mencegah dampak paling buruk dari pemanasan global.
Hal itu diungkapkan dalam laporan pada Selasa (9/4/2024) oleh organisasi nirlaba NewClimate Institute dan Carbon Market Watch terhadap studi pada 51 perusahaan.
Diketahui bahwa para perusahaan berkomitmen mengurangi emisi mereka, rata-rata sebesar 30% pada 2030, dibandingkan sebesar 43% yang diperlukan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat celcius pada 2050.
Lalu, meskipun dalam 2 tahun terakhir terdapat 19 perusahaan yang meningkatkan target mereka, sebagian besar dinilai masih ambigu dan hanya terikat dengan sebagian dari bisnis mereka atau mengandalkan penyeimbangan emisi dibandingkan mengurangi emisi. Hal ini kemudian menghasilkan target efektif sebesar 5%-20%.
Diketahui bahwa beberapa perusahaan-perusahaan yang berkinerja baik seperti perusahaan makanan Mars, retail H&M Group dan kelompok energi Enel dan Iberdrola, telah berkomitmen untuk mengurangi emisi antara 50% dan 64%.
Frederic Hans dari NewClimate Institute menuturkan bahwa memang beberapa perusahaan telah memahami perlunya menetapkan target pada 2030, selaras dengan ilmu pengetahuan iklim terkini dan didukung dengan langkah-langkah kredibel.
Baca Juga
“Namun, masih terdapat kurangnya komitmen dan urgensi dari terlalu banyak perusahaan untuk melakukan tindakan iklim yang kredibel,” jelasnya, mengutip Reuters, Selasa (9/4/2024).
Para ilmuwan juga berpendapat bahwa jika dunia ingin mencapai tujuan nol emisi rumah kaca pada pertengahan abad ini, maka emisi harus dikurangi setengahnya pada akhir dekade ini. Hal ini juga menimbang emisi dan suhu rata-rata pada tahun lalu yang mencapai rekor tertinggi.
Janji pemerintah yang disebut sebagai Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional, sejauh ini membuat bumi menghadapi pemanasan 2,5-2,9 derajat celcius di atas tingkat pra-industri, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan yang dahsyat.
Menimbang hal tersebut, Benja Faecks dari Carbon Market Watch menuturkan bahwa perlunya regulasi iklim yang lebih efektif.
“Masyarakat sipil, investor, dan pemerintah bergantung pada peraturan yang transparan dan kredibel untuk membedakan rencana transisi yang memiliki dasar hukum yang baik dengan rencana yang masih belum memadai dan rentan terhadap greenwashing,” jelas Faecks.