Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa konglomerat bisnis pertambangan Haji Robert atau Haji Romo Nitiyudo Wachjo sebagai saksi atas kasus dugaan suap proyek pengadaan dan perizinan yang menjerat Gubernur Maluku Utara nonaktif Abdul Ghani Kasuba (AGK).
Haji Robert diperiksa sebagai Direktur Utama PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), perusahaan yang mengoperasikan Tambang Emas Gosowong di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara.
Selain Haji Robert, empat orang saksi lainnya yang merupakan bos tambang turut dijadwalkan menjalani pemeriksaan hari ini termasuk Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel, Roy Arman Arfandy.
Berdasarkan pantauan Bisnis, Haji Robert keluar dari ruang pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sekitar pukul 15.40 WIB. Dia tidak banyak menanggapi pertanyaan wartawan. Dia membantah berkomunikasi secara khusus mengenai izin kegiatan perusahaannya dengan AGK, kendati mengaku kenal dengan sosok gubernur nonaktif itu.
"Wah [perusahaan] saya punya enggak ada urusannya [dengan Gubernur]. Kita kan [mendapatkan izin, red] dari pusat," ujar Haji Robert kepada wartawan sore ini, Senin (29/1/2024).
Bos Indotan Grup itu lalu menuturkan bahwa terdapat 3.000 pekerja yang ada di tambang milik PT NHM. Dia menyebut perusahaannya sudah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) di Halmahera Utara selama 23 tahun.
Baca Juga
Pria itu pun mengatakan bakal mengajukan perpanjangan IUP untuk PT NHM, yang kini masa berlakunya tinggal tersisa lima tahun lagi. Haji Robert menegaskan bahwa pengoperasian tambang PT NHS tidak berurusan dengan pemprov.
Untuk diketahui, penyidik KPK tengah mendalami dugaan praktik suap izin tambang pada penyidikan kasus suap Gubernur Maluku Utara.
"Kalau kita enggak, enggak ada urusan. Kalau kita kan enggak butuh pemprov [untuk perizinan]," tuturnya.
Adapun penyidik KPK hari ini memanggil lima orang bos tambang untuk diperiksa sebagai saksi atas kasus suap yang menjerat AGK.
Selain Haji Robert dan Roy Arman Arfandy, penyidik turut memanggil Direktur Utama PT Adidaya Tangguh Eddy Sanusi, Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia, dan Direktur Halmahera Sukses Mineral Ade Wirawan Lohisto.
Sebelumnya, lembaga antirasuah mengatakan penyidik sudah mulai mendalami dugaan praktik suap izin pertambangan hingga tindak pidana pencucian uang pada kasus yang menjerat AGK.
Saat ditemui wartawan, Kamis (25/1/2024), Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penyidik sudah mulai mendalami dugaan praktik izin suap tambang pada kasus AGK. Penyidik sebelumnya telah memanggil Direktur Hilirisasi Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Hasyim Daeng Barang, serta dua pegawai Harita Nickel.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun membuka kemungkinan penyidik menemukan fakta-fakta terkait dengan dugaan penerimaan uang oleh AGK dkk mengenai izin tambang.
"Dalam proses penyidikan tidak menutup kemungkinan itu juga ada dugaan penerimaan yang bersumber dari proses pemberian izin tambang nikel. Barangkali itu yang didalami oleh penyidik," kata Alex, sapaannya, dalam konferensi pers, Kamis (25/1/2024).
Adapun para tersangka penyelenggara negara termasuk AGK diduga menerima suap sekitar Rp2,2 miliar dari dua tersangka swasta, berkaitan dengan proyek infrastruktur jalan dan jembatan di lingkungan Pemprov Maluku Utara dengan pagu anggaran sekitar Rp500 miliar.
KPK telah menetapkan total tujuh tersangka dalam kasus suap proyek di Pemprov Maluku Utara. Beberapa tersangkanya yakni Gubernur nonaktif Abdul Ghani Kasuba dan salah satu Direktur NCKL Stevi Thomas.
Adapun, kasus itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang digelar pada Desember 2023.