Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan keinginan untuk segera menaikkan perkara pungutan liar di rumah tahanan (rutan) serta pemotongan anggaran dinas di lingkungan KPK, ke tahap penyidikan.
Kedua kasus yang terjadi di internal KPK itu saat ini masih berada di tahap penyelidikan. Namun, pihak penyelidik KPK disebut secara prinsip sudah mengumpulkan alat bukti yang cukup guna menaikkan dua perkara itu ke penyidikan.
"Mungkin nanti akan bareng kali ya, akan di-ekspos bareng kita sudah minta," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat ditemui di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Menurut Alex, sapaannya, penanganan kedua kasus itu sudah dilakukan secara detail sejak tahap penyelidikan. Oleh sebab itu, dia meyakini penyidikan kedua kasus tersebut juga tidak akan memakan waktu yang lama.
"Ya mudah-mudahan setelah di-ekspos naik penyidikan, penyidikan juga enggak lama lagi [prosesnya]. Kalau kelamaan lagi ya konyol juga kita," ujarnya.
Pimpinan KPK dua periode itu lalu menjelaskan bahwa cara lembaganya menangani suatu kasus secara detail di tahap penyelidikan merupakan salah satu kelemahan. Hal itu karena KPK harus mencari kecukupan alat bukti terlebih dahulu, sebelum menaikkan suatu kasus dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Baca Juga
Hal tersebut, lanjut Alex, berbeda dengan dua lembaga penegak hukum lain yang berwenang menindak kasus korupsi yakni Kepolisian dan Kejaksaan.
Sebagai informasi, kasus pungli di rutan KPK berawal dari temuan Dewan Pengawas (Dewas) KPK di 2023. Temuan awal mengungkap nilai pungli di rutan KPK selama Desember 2021–Maret 2022 itu mencapai Rp4 miliar.
Penyelidik telah meminta keterangan dari sekitar 190 orang pada tahap penyelidikan, meliputi pihak eksternal maupun internal KPK hingga tahanan.
Sementara itu, kasus pemotongan anggaran dinas pegawai KPK diungkap ke publik tidak lama setelah pengungkapan kasus pungli di rutan. KPK menyampaikan adanya pegawai di bidang administrasi memotong anggaran perjalanan dinas rekannya hingga menyebabkan kerugian keuangan negara Rp550 juta.
Kasus tersebut awalnya diungkap oleh atasan dan tim kerja pegawai. Oknum itu diduga melakukan pemotongan anggaran dengan kurun waktu 2021–2022.