Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volker Turk mengatakan sistem kemanusiaan di Gaza runtuh akibat perang antara Israel dan Hamas.
Dia berpendapat bahwa situasi kemanusiaan terkini di wilayah kantong tersebut mengerikan, dan menyatakan pihaknya melihat runtuhnya sistem kemanusiaan.
“Ada warga yang mengungsi untuk kelima kalinya. Rekan-rekan saya sendiri yang bekerja di sana menjadi korban, mereka bercerita kepada saya tentang anggota keluarga mereka yang dibunuh," katanya sebagaimana dikutip dari CNA, Jumat (8/12/2033).
Dua bulan terakhir pasukan Israel dan Hamas telah bertempur di Jalur Gaza, menyebabkan banyak warga Palestina tanpa makanan, air dan listrik.
Serangan Israel yang tiada henti selama beberapa minggu telah menghancurkan banyak wilayah dan memusnahkan seluruh lingkungan di wilayah tersebut, sehingga memicu seruan yang lebih keras untuk gencatan senjata antara kedua belah pihak.
“Kita benar-benar perlu memusatkan perhatian kita pada bagaimana mengakhiri kekerasan ini, bagaimana mengakhiri pembantaian ini, dan bagaimana memastikan bahwa bantuan kemanusiaan menjangkau jutaan warga sipil yang hidup dalam keadaan yang sangat berbahaya," lanjutnya.
Baca Juga
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, jumlah korban tewas di Gaza telah melampaui 17.000 orang ketika perang memasuki bulan ketiga saat ini. Sementara itu, Israel masih mencari jawaban setelah serangan Hamas pada 7 Oktober, yang dikatakan menewaskan sedikitnya 1.200 orang.
“Pertama-tama, sangat penting adanya investigasi independen, terutama ketika ada narasi yang diperdebatkan. Itu sangat penting,” kata Turk, menyoroti bagaimana berbagai organisasi termasuk Komisi Penyelidikan PBB dan Pengadilan Kriminal Internasional menyelidiki masalah ini.
Namun, dia mengatakan bahwa kendala utama terletak pada keterbatasan akses. Pihaknya benar-benar harus dapat duduk bersama para korban san dengan para penyintas, selagi menambahkan angka-angka korban juga perlu diperiksa lebih detail.
"Contohnya, fakta bahwa ada lebih dari 7.000 anak yang terbunuh dan lebih dari 4.800 perempuan dibunuh di Gaza memberi kita indikasi yang sangat kuat bahwa ada sesuatu yang salah di sini, jika menyangkut penghormatan terhadap hukum kemanusiaan internasional," lanjutnya.
Pada Rabu (6/12/2023), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres membuat langkah yang jarang terjadi dengan menerapkan Pasal 99 Piagam PBB, yang memungkinkan dia untuk secara resmi memperingatkan Dewan Keamanan mengenai ancaman global dari perang di Gaza.
“Jelas bahwa sistem kemanusiaan berada dalam keadaan runtuh, karena biasanya dalam situasi perang, Anda akan dapat memberikan bantuan kemanusiaan sesuai dengan kebutuhan,” kata Turk.
Dia mengatakan bahwa warga Palestina di Gaza mengalami penderitaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, dan penting bagi dunia untuk menyadari hal ini.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen membalas dengan menyebut masa jabatan Guterres sebagai "bahaya bagi perdamaian dunia".
“Sangat jelas bahwa fitnah terhadap siapa pun tidak membantu kami. Kita berada dalam situasi yang sangat terpolarisasi saat ini, dan sangat penting untuk kembali berpikir jernih, kembali mencari solusi, memikirkan bagaimana kita bisa keluar dari situasi yang sangat mengerikan ini," lanjut Turk menanggapi hal itu.
Jeda Kemanusiaan
Adapun, gencatan senjata sempat terjadi selama seminggu dari 24 November hingga 1 Desember. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, lembaga-lembaga kemanusiaan diizinkan untuk memberikan lebih banyak bantuan ke Gaza.
Jeda tersebut juga memungkinkan pembebasan 105 sandera dari tawanan Hamas, dengan imbalan 240 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Turk mengatakan bahwa dengan berbagai konflik yang terjadi di seluruh dunia termasuk di Myanmar dan Sudan, sangat penting untuk menempatkan kembali HAM sebagai prioritas utama, termasuk politik.
Dia mengatakan pentingnya mengingat alasan Deklarasi Universal HAM PBB diciptakan setelah terjadinya kekejaman dalam dua perang dunia, dan menambahkan bahwa deklarasi iu dibuat sebagai janji untuk masa depan yang lebih baik.
Mengenai apakah ada risiko peningkatan genosida di Gaza dengan semakin banyaknya kekejaman yang dilakukan, Turk berkata bahwa itu harus diputuskan oleh pengadilan.
“Kita harus sangat jelas bahwa hal ini tidak boleh mengarah pada hasutan, kebencian, dan kekerasan. Apa yang terjadi di Israel sungguh mengerikan dan harus dikutuk, tapi kita juga melihat apa yang terjadi di Palestina,” kata Turk, seraya menambahkan bahwa fakta sudah membuktikannya.
Israel telah menandai daerah-daerah yang tidak aman akibat pertempuran dan apa yang disebut sebagai “zona aman” bagi warga sipil di Jalur Gaza untuk menghindari pemboman Israel, tetapi PBB telah memperingatkan bahwa warga Gaza tidak lagi memiliki tempat yang aman untuk dituju.
Sejak serangan balasan Israel dimulai, sekitar 80% dari 2,3 juta penduduk Gaza telah diusir dari rumah mereka, dan sebagian besar dari mereka mengungsi ke selatan menuju daerah yang sudah penuh sesak.
“Kita perlu memastikan bahwa dunia sudah sadar, bahwa perlu ada penghentian permusuhan lagi,” kata Turk.
Menurutnya, ada kebutuhan untuk bekerja sama dari semua pihak, seperti hidup berdampingan secara damai antara Israel dan Palestina.
"Saya tahu hal ini sangat sulit untuk dikatakan pada saat ini, tapi itulah satu-satunya solusi. Tidak ada jalan lain selain melalui hal tersebut, dan semua orang yang percaya akan adanya solusi perlu segera mewujudkannya," pungkasnya.