Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Survei SMRC : 75% Responden Tak Suka Jokowi Bangun Dinasti Politik

Survei terbaru dari SMRC menemukan bahwa 75% dari responden tidak suka Presiden Jokowi membangun dinasti politik.
Presiden Joko Widodo (tengah) menyampaikan pidato didampingi Kepala Staff Kantor Presiden Moeldoko (kiri) saat meresmikan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas simpang Indralaya-Muara Enim seksi simpang Indralaya-Prabumulih di Indralaya, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Kamis (26/10/2023). Presiden meresmikan JTTS ruas simpang Indralaya-Muara Enim seksi simpang Indralaya-Prabumulih sepanjang 63,5 km dan telah beroperasi sejak (30/8/2023). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.
Presiden Joko Widodo (tengah) menyampaikan pidato didampingi Kepala Staff Kantor Presiden Moeldoko (kiri) saat meresmikan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) ruas simpang Indralaya-Muara Enim seksi simpang Indralaya-Prabumulih di Indralaya, Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, Kamis (26/10/2023). Presiden meresmikan JTTS ruas simpang Indralaya-Muara Enim seksi simpang Indralaya-Prabumulih sepanjang 63,5 km dan telah beroperasi sejak (30/8/2023). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.

Bisnis.com, JAKARTA -- Survei terbaru dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa sebagian masyarakat paham soal isu mengenai dinasti politik yang dibangun oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) percaya akan hal tersebut. 

Sebagian besar dari responden survei yang mengetahui isu tersebut percaya terhadap pandangan bahwa Presiden Jokowi tengah membangun dinasti politiknya jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. 

Awalnya, responden menjawab pertanyaan apabila mengetahui pendapat bahwa Presiden Jokowi tengah membangun dinasti politik melalui anak dan menantunya. Hasilnya, sebanyak 37% menjawab tahu, sedangkan 63% menjawab tidak. 

"Dari yang tahu [37%], 68% menyatakan percaya pandangan bahwa Jokowi sedang membangun politik dinasti. Dari yang tahu itu juga, 75% menyatakan tidak suka Presiden Jokowi membangun politik dinasti," terang Pendiri SMRC Saiful Mujani dalam siaran pers yang dikutip Bisnis hari ini, Jumat (17/11/2023). 

Adapun, isu politik dinasti mencuat setelah anak dan menantu Presiden Jokowi memasuki arena kontestasi Pemilu 2024 baik sebagai peserta maupun pendukung/pengusung. Putra sulung (Gibran Rakbuming Raka) dan menantunya (Bobby Nasution) kini menjabat sebagai kepala daerah, sedangkan putra bungsunya (Kaesang Pangarep) didapuk menjadi ketua umum partai politik belum lama ini. 

Putra sulung Jokowi dimaksud, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kini resmi menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping calon presiden (capres) Prabowo Subianto. Keduanya, menjadi pasangan calon (paslon) nomor urut 2. 

Sementara itu, menantu Jokowi Bobby Nasution merupakan Wali Kota Medan yang baru saja dipecat oleh partai asalnya yakni PDI Perjuangan (PDIP) akibat mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo-Gibran, bukan ke paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. 

Putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tak lama sebelum resmi menjadi kader. Kini, PSI menjadi salah satu partai pengusung Prabowo-Gibran. 

Pada survei terbarunya, Saiful merancang pertanyaan dengan penjelasan lebih spesifik mengenai politik dinasti guna menambah kejelasan bagi masyarakat. 

Terhadap pertanyaan tersebut, hanya 38% publik yang tahu atau pernah mendengar mengenai politik dinasti dalam pengertian yang dijelaskan di atas. Sementara itu, 62% tidak tahu. 

Kemudian, sebanyak 53% responden yang mengetahui politik dinasti menyatakan setuju dengan pandangan bahwa praktik tersebut tidak adil karena mengurangi kesetaraan kesempatan bagi setiap warga untuk menjadi pejabat pemerintahan. 

Selebihnya, ada 45% yang tidak setuju dan 2% tidak tahu. Dari yang tahu, sebanyak 85% menyatakan tidak suka dengan politik dinasti, sedangkan 13% menyatakan suka, dan sisanya tidak menjawab. 

Kemudian, Saiful menilai sentimen negatif terhadap politik dinasti akan lebih kuat apabila disosialisasikan dan jumlah publik tahu menjadi mayoritas. 

“Reaksi keras pada praktik politik dinasti pada Jokowi belum terlihat karena basis yang sekarang mengetahui hal itu masih sedikit, 38%,” kata dia. 

Sekadar informasi, survei opini publik itu menggunakan populasi seluruh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dalam pemilu. Sampel yang diambil yakni sebanyak 2.400 responden dipilih secara acak (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut. 

Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) yakni sebesar 1.939 atau 81%. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sekitar 2,3% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). 

Survei dilakukan dengan wawancara lapangan 29 Oktober sampai dengan 5 November 2023, atau setelah tiga pasangan capres-cawapres mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper