Bisnis.com, JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bahwa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia direncanakan pada tahun 2030-an.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN Rohadi Awaludin menyampaikan saat ini pemerintah sedang mengolah data, serta telah mengerucutkan untuk melakukan pembangunan pada tahun 2030.
"Ini masih dalam pembicaraan oleh berbagai pihak yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Datanya saat ini sudah mengerucut ke tahun 2030-an, hanya saja tidak tahu 2030 awal atau akhir, karena belum final," katanya di Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Dikatakan, pembangunan PLTN di Indonesia bisa menggunakan dua tipe kapasitas, yakni kapasitas kecil yang ditujukan untuk wilayah administratif yang jumlah penduduknya sedikit, serta kapasitas besar yang bisa dibangun di wilayah perkotaan.
Adapun, skala tenaga listrik yang dihasilkan untuk kapasitas besar mencapai 1.000 megawatt, sedangkan untuk kapasitas kecil dapat menghasilkan tenaga sebesar 100--200 megawatt.
"Untuk daerah yang terpencil, skala kapasitas yang digunakan akan kecil, kalau yang kota besar membutuhkan PLTN dalam skala besar. Besarnya itu sekitar 1.000 megawatt, sedangkan yang kecil 100-200 megawatt atau bahkan ada yang di bawah 100 megawatt," katanya.
Dia menilai tenaga listrik yang dihasilkan dari PLTN lebih stabil dan berkesinambungan. Sehingga hal tersebut membuat pemadaman listrik akibat kekurangan daya dapat diminimalisasi.
Rohadi menyampaikan keuntungan lain menggunakan PLTN ketimbang pembangkit listrik tenaga fosil, yakni reaksi yang dihasilkan dari reaktor nuklir tidak mengeluarkan karbon dioksida. Sehingga hal tersebut sejalan dengan visi pemerintah dalam mewujudkan Indonesia nol emisi karbon pada tahun 2060.