Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Firli Bahuri sebagai pimpinan masih memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan tugasnya termasuk dalam menangani kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Pada konferensi pers, Rabu (11/10/2023), Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan hal tersebut sebagai respons terhadap desakan Indonesia Corruption Watch (ICW) untuk tidak melibatkan lagi Firli Bahuri dalam pengambilan keputusan terkait dengan penanganan kasus Kementan.
Desakan ICW itu sejalan dengan proses penyidikan Polda Metro Jaya terhadap dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK pada penanganan kasus Kementan. Sementara itu, foto pertemuan Firli dan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang ditetapkan tersangka dalam kasus Kementan turut menjadi bahan materi penyidikan.
Kendati demikian, Johanis menilai Firli tetap memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan tugasnya selaku Ketua KPK. Dia menyebut tak ada larangan terhadap Firli untuk ikut memutuskan penanganan kasus tersebut.
"Sepanjang dia masih mempunyai hak sebagai pimpinan, tentunya dia boleh melakukan [menangani kasus], kecuali ada larangan. Tidak ada larangan mengenai hal itu," ujar Johanis dikutip pada hari ini, Kamis (12/10/2023).
Pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu juga memastikan tidak ada kekhawatiran konflik kepentingan apabila Firli terlibat dalam penanganan perkara Kementan.
Baca Juga
Menurutnya, keberlangsungan penanganan perkara sejak pengaduan masyarakat, penyelidikan, hingga penyidikan saat ini, membuktikan bahwa tidak ada hambatan dalam penindakan kasus Kementan.
"Saya bisa katakan tidak ada [konflik kepentingan]. Buktinya sejak pengaduan ada, kemudian penyelidikan dan penyidikan tetap saja berjalan lancar, tidak ada hambatan bagi kami yang kemudian menetapkan tersangka. Kalau Pak Firli tidak dilibatkan, justru salah kita," terangnya.
Johanis lalu menyoroti soal prinsip kolektif kolegial pada pimpinan KPK sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang (UU) KPK. Dia juga mengatakan bahwa terdapat asas praduga tak bersalah sehingga tidak bisa langsung menyatakan koleganya itu bersalah.
"Jadi kita menghormati juga apa yang diamanatkan dalam UU Hukum Acara Pidana. Kita tidak boleh juga gegabah untuk mengatakan [seorang bersalah] tetapi siapa pun yang mengatakan itu, itu hak mereka," tutupnya.
Adapun Polda Metro Jaya telah menaikkan status perkara dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK dalam penanganan kasus Kementan ke tahap penyidikan. Sebelumnya, polisi telah meminta keterangan atau klarifikasi dari enam orang saksi pada tahap penyelidikan dalam kurun waktu 21 Agustus sampai dengan 6 Oktober 2023.
Salah satu pihak saksi dimaksud yakni eks Mentan Syahrul Yasin Limpo, yang dikabarkan diperas oleh pimpinan KPK sebagai pihak terlapor.
Sementara itu, KPK telah mengumumkan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo, Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyo (KS), dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Muhamad Hatta (MH) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan rasuah di kementerian tersebut.
Mereka diduga melakukan pemerasan dalam jabatan serta gratifikasi di lingkungan Kementan.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mendesak agar Firli Bahuri tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait dengan penanganan perkara Kementan sembari menunggu proses penyidikan di Polda Metro Jaya.
Menurutnya, tidak adanya keterlibatan Firli dalam penanganan perkara Kementan penting untuk menjamin independensi proses hukum di KPK dan adanya potensi benturan kepentingan.
"Sebab sebelumnya diketahui Firli pernah bertemu dengan Syahrul, di mana pertemuan itu diduga keras bukan dalam kaitan kedinasan KPK. Terlebih Firli merupakan pihak yang diduga menjadi pelaku pemerasan terhadap Syahrul sebagaimana saat ini sedang ramai dibincangkan masyarakat," katanya dalam keterangan pers yang diterima wartawan beberapa waktu lalu.