Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan bahwa kepemilikan senjata nuklir melindungi Rusia dari ancaman keamanan dan mengingatkan Barat akan risiko konflik nuklir.
Dilansir dari Aljazeera, komentar Lavrov merupakan referensi terbaru oleh pejabat Rusia untuk persenjataan senjata nuklir mereka, sebuah retorika eskalasi militer oleh Rusia yang telah mendapatkan tempo dan frekuensi sejak pasukan Rusia menginvasi Ukraina tahun lalu.
Bulan lalu, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan Rusia harus menggunakan senjata nuklir jika serangan balasan Ukraina terhadap pasukan Rusia berhasil.
"Kepemilikan senjata nuklir saat ini adalah satu-satunya tanggapan yang mungkin untuk beberapa ancaman eksternal yang signifikan terhadap keamanan negara kita," kata Lavrov dalam sebuah wawancara untuk majalah milik negara, The International Affairs, yang diterbitkan Sabtu (19/8/2023) pagi.
Dia mengatakan bahwa anggota aliansi militer Amerika Serikat (AS) dan NATO berisiko berakhir dalam situasi konfrontasi bersenjata langsung dari kekuatan nuklir.
“Kami percaya perkembangan seperti itu harus dicegah. Itulah mengapa kita harus mengingatkan tentang adanya risiko militer dan politik yang tinggi dan mengirimkan sinyal serius kepada lawan kita,” kata Lavrov.
Baca Juga
Anggota NATO dan AS adalah pendukung setia Ukraina dan penyedia bantuan militer terbesar dalam perangnya melawan Rusia.
Presiden AS Joe Biden menyebut ancaman Rusia menggunakan senjata nuklir taktis sebagai nyata.
Kepala NATO Jens Stoltenberg mengatakan minggu ini bahwa aliansi militer Barat tidak mendeteksi adanya perubahan sikap kekuatan nuklir Rusia. Oleh karena itu, NATO tidak perlu membalas dalam postur nuklirnya.
Pada Kamis (17/8/2023), Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, salah satu sekutu terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin, memperingatkan bahwa dia akan menggunakan senjata nuklir yang telah dikerahkan Rusia di negaranya jika menghadapi agresi eksternal.
“Hanya ada satu ancaman agresi terhadap negara kita. Jika agresi terhadap negara kami dimulai dari Polandia, Lituania, Latvia, kami akan segera merespons dengan semua yang kami miliki,” kata Lukashenko dalam sebuah wawancara.
Lembaga pemikir yang berbasis di Washington, DC, Institute for the Study of War, mengatakan awal tahun ini bahwa retorika perang nuklir Rusia yang meningkat adalah bagian dari operasi informasi yang berfokus pada mengecilkan hati Ukraina dan pendukung Baratnya.
“Seruan Rusia terhadap ancaman nuklir dan doktrin nuklir adalah bagian dari operasi informasi yang dimaksudkan untuk mencegah Ukraina dan Barat, tetapi tidak mewakili niat Rusia untuk menggunakan senjata nuklir,” kata lembaga think tank tersebut dalam sebuah penilaian. (Nizar Fachri Rabbani)