Bisnis.com, JAKARTA – Hacker yang terkait dengan pemerintah China dikabarkan telah meretas dan mengakses akun-akun email di 25 organisasi AS, termasuk Departemen Perdagangan dan Luar Negeri.
Temuan tersebut diungkapkan oleh pejabat AS dan Microsoft yang mendeksi anomali terhadap akun-akun email yang diretas tersebut.
Melansir Reuters, Kamis (13/7/2023), Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan AS mendeteksi pembobolan akun-akun pemerintah federal dengan cukup cepat dan berhasil mencegah pembobolan lebih lanjut
Departemen Luar Negeri dan Departemen Perdagangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka termasuk di antara lembaga-lembaga yang terkena dampak.
Washington Post sebelumnya melaporkan akun-akun email Menteri Perdagangan Gina Raimondo dan para pejabat Departemen Luar Negeri juga diretas, mengutip para pejabat AS yang mengetahui masalah ini.
Raimondo adalah satu-satunya pejabat tingkat Kabinet yang diketahui akunnya dibobol dalam insiden tersebut.
Baca Juga
Seorang pejabat senior pemerintah AS mengatakan kepada wartawan bahwa tidak adil jika membandingkannya dengan pembobolan SolarWinds, serangkaian pembobolan digital yang terungkap pada akhir tahun 2020 yang dilakukan mata-mata siber Rusia.
"Peretasan ini tidak boleh dibandingkan dengan SolarWinds. Aksi yang baru-baru ini ditemukan itu jauh lebih kecil skalanya,” ungkap pejabat tersebut seperti dikutip Reuters.
Microsoft mengatakan bahwa kelompok peretas yang dijuluki Storm-0558 memalsukan token otentikasi digital untuk mengakses akun webmail yang berjalan di layanan Outlook perusahaan. Aktivitas tersebut dimulai pada bulan Mei.
"Seperti halnya aktivitas tokoh negara yang diamati, Microsoft telah menghubungi semua organisasi yang ditargetkan atau dikompromikan secara langsung melalui admin penyewa mereka dan memberi mereka informasi penting untuk membantu mereka menyelidiki dan merespons," ungkap Microsoft dalam pernyataannya.
Microsoft tidak menyebutkan organisasi atau pemerintah mana saja yang terkena dampaknya, tetapi menambahkan bahwa kelompok peretas tersebut terutama menargetkan entitas di Eropa Barat.
Kedutaan Besar China di London menyebut tuduhan tersebut sebagai disinformasi dan menyebut pemerintah AS sebagai "kerajaan peretasan terbesar di dunia dan pencuri siber global.
China secara rutin menyangkal keterlibatannya dalam operasi peretasan terlepas dari bukti atau konteks yang ada.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Adam Hodge mengatakan bahwa gangguan pada keamanan cloud Microsoft mempengaruhi sistem yang tidak diklasifikasikan.
"Para pejabat segera menghubungi Microsoft untuk menemukan sumber dan kerentanan dalam layanan cloud mereka," tambah Hodge.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya mendeteksi aktivitas anomali dan "mengambil langkah segera untuk mengamankan sistem. Adapun Departemen Perdagangan mengatakan bahwa mereka mengambil cepat setelah Microsoft memberitahukan tentang adanya peretasan.