Bisnis.com, JAKARTA - Kasus rasuah Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe memasuki babak baru ketika munculnya dugaan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua.
Dugaan tersebut diendus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seiring dengan proses penindakan kasus rasuah yang dilakukan Lukas, seperti suap dan gratifikasi yang kini sudah masuk persidangan, sekaligus dugaan pencucian uang.
KPK menduga pos anggaran yang diselewengkan oleh Gubernur nonaktif itu yakni dana operasional gubernur untuk di antaranya judi di luar negeri. Modus penggunaan anggaran untuk keperluan pribadi itu diklaim untuk operasional makan dan minum sang kepala daerah.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur menyampaikan bahwa pos anggaran dana operasional itu dianggarkan hampir Rp400 miliar untuk setahun. KPK menilai hal tersebut janggal, apalagi jika dengan asumsi penggunaan anggaran secara harian selama 365 hari dalam setahun.
"Padahal kita tahu bahwa satu tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa Rp1 miliar. Nah, itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami, apa iya makan minum itu menghabiskan satu hari Rp1 miliar," jelasnya kepada wartawan, dikutip Senin (3/7/2023).
Namun demikian, Asep menyebut ada kwitansi sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penggunaan anggaran tersebut. Oleh karena itu, untuk membuktikan dugaan kejanggalan, KPK tengah melakukan klarifikasi dengan mendatangi satu per satu rumah makan yang menerbitkan kwitansi tersebut.
Baca Juga
Dugaan lain terkait dengan penyelewengan itu di antaranya yakni pembuatan Peraturan Gubernur (Pergub) sebagai legalitas penggunaan dana operasional gubernur itu.
"Dibuatlah Peraturan Gubernur sehingga itu tidak kelihatan, jadi dia disembunyikan. Dibuat peraturannya dulu, sehingga itu menjadi legal padahal nanti masuknya ke bagian makan minum. Jadi, memang ketika dicek Kementerian Dalam Negeri itu menjadi tidak kelihatan atau tersamarkan," jelas Asep.
Menurutnya, hal itu bisa diartikan sebagai grand corruption. Istilah itu, terang Asep, merujuk pada praktik rasuah di mana sebuah aturan dibuat untuk membenarkan atau melegalkan kegiatan koruptif.
Sebelumnya, dugaan penyelewengan APBD oleh Lukas diungkap oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Pimpinan KPK berlatar belakang hakim ad hoc itu menyampaikan bahwa sebagian besar dana yang diduga digunakan Lukas untuk berjudi berasal dari APBD Papua.
"Dari sisi aliran dana itu yang mungkin bisa kita lihat sebagian besar dana yang digunakan oleh yang bersangkutan untuk berjudi. Dari mana dana-dana itu diperoleh sejauh ini memang sebagian besar berasal dari penyalahgunaan APBD," terangnya pada konferensi pers beberapa waktu lalu.
Alex lalu memerinci bahwa penggunaan APBD tersebut, salah satunya berasal dari pos anggaran dana operasional gubernur selama 2019-2022, yang diduga untuk keperluan pribadi Lukas di atas meja judi.
Dana operasional yang dianggarkan itu mencapai Rp1 triliun selama tiga periode tersebut, atau lebih tinggi dari yang sebenarnya ditetapkan Kementerian Dalam Negeri. Dana operasional gubernur itu ditemukan untuk kebutuhan makan dan minum Lukas.
Namun demikian, penggunaan dana operasional Lukas yang janggal tidak berhenti di situ. KPK ternyata menemukan bahwa kwitansi yang diterbitkan untuk pertanggungjawaban pengunaan anggaran itu fiktif.
"Kami sudah cek di beberapa lokasi di tempat kwitansi itu diterbitkan ternyata itu juga banyak yang fiktif. Jadi restorannya tidak mengakui bahwa kwitansi itu diterbitkan oleh rumah makan tersebut," jelasnya.
Kejar ke Singapura
Untuk menelusuri dugaan aliran dana tersebut ke negara tetangga, KPK bakal berkoordinasi dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
"KPK akan berkoordinasi dengan CPIB, KPK-nya Singapura, menyangkut itu tadi yang dulu sempat ramai di media yang disampaikan Menko Polhukam menyangkut dana LE [Lukas Enembe] yang mengalir ke rumah perjudian," jelas Alex pada kesempatan yang sama.
Koordinasi antarlembaga itu, lanjut Alex, guna menelusuri dugaan pelibatan warga negara Singapura yang bertindak sebagai pencuci uang profesional.
"Memang dia memfasilitasi pencucian uang itu di sana," ujarnya.
Saat ini, koordinasi antara KPK dan CPIB belum dilakukan. Penyidik KPK juga belum mengetahui apakah Lukas menang atau kalah dalam judi yang dilakukannya.
Untuk diketahui, saat ini Lukas telah menjadi terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait dengan sejumlah proyek infrastruktur di Papua. Dia didakwa menerima uang senilai Rp46,8 miliar.
Selain itu, Lukas turut ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang. KPK telah menyita berbagai aset yang dimilikinya seperti uang, emas, tanah dan bangunan, serta kendaraan dengan nilai sementara mencapai total Rp144 miliar.