Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Urgensi Sosialisasi RUU Kesehatan sebelum Disahkan DPR

DPR RI hendaknya melakukan sosialisasi mengenai substansi dalam RUU Kesehatan yang akan disahkan dalam waktu dekat.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.
Tenaga medis dan tenaga kesehatan melakukan aksi demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (5/6/2023) untuk menyuarakan penolakan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law - BISNIS/Ni Luh Angela.

Bisnis.com, JAKARTA – Para akademisi dan pakar hukum menilai dibutuhkan sosialisasi menjelang pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Apalagi saat ini publik menyoroti usulan pasal-pasal pertembakauan yang berpotensi tumpang tindih dengan peraturan yang telah berlaku.

Akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arif Mundayat menjelaskan DPR RI hendaknya melakukan sosialisasi mengenai substansi dalam RUU Kesehatan yang akan disahkan dalam waktu dekat. Menurutnya, DPR perlu mengumumkan poin-poin kesepakatan yang telah dicapai atau yang belum tercapai. “

Sebenarnya perlu ada proses sosialisasi yang dijalankan oleh mereka,” kata Arif dalam keterangan, Senin (3/6/2023).

Sementara itu, Pakar Tata Negara dan Hukum Kesehatan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Sunny Ummul Firdaus berpendapat pemerintah dan DPR sebaiknya sudah mempertimbangkan aspek hukum, politik, sosial, dan kesejahteraan masyarakat dengan seksama sebelum mengambil keputusan final terkait pengesahan RUU Kesehatan. Dengan demikian, bisa terjadi legitimasi keputusan dan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil.

“Mengesahkan sebuah RUU di tengah pro dan kontra yang masih terjadi adalah suatu keputusan politik yang harus dipertimbangkan dengan seksama,” terangnya.

Sunny menambahkan penting bagi pemerintah dan lembaga legislatif untuk memperhatikan pandangan dan masukan dari berbagai pihak, melakukan kajian mendalam, dan mempertimbangkan kepentingan publik serta dampak jangka panjang dari keputusan tersebut.

Secara terpisah, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat Suryana menegaskan bahwa petani tembakau yang berpotensi terdampak atas RUU Kesehatan sesungguhnya adalah pahlawan devisa negara.

Menurut dia, negara selama ini memanfaatkan cukai hasil tembakau (CHT) hingga sebesar lebih dari Rp 200 triliun sebagai salah satu sumber penerimaan negara.

"Mengapa saat petaninya mau berusaha, justru tidak dilindungi. Budidaya dan komoditas tembakau tidak dilarang. Oleh karena itu, kami menolak secara tegas pasal yang mendiskriminasi tembakau dan tidak adil terhadap petani,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper