Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alat Sadap Pegasus Bisa Mengancam Demokrasi

Penggunaan alat penyadap canggih Pegasus mesti diawasi secara ketat karena rentan disalahgunakan untuk melanggar hak-hak sipil dan mengancam demokrasi. 
desas desus pegasus
desas desus pegasus

Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan alat penyadap canggih Pegasus mesti diawasi secara ketat sehingga tidak disalahgunakan untuk tujuan yang mengekang hak-hak sipil.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan bahwa dalam konteks anggaran, pihak kepolisian membeli alat penyadap ini sejak 2017-2018 di mana pihaknya menemukan pengadaan zero click, alat penyadap yang dipublikasikan dalam layanan pengadaan secara elektronik (LPSE).

“Alat ini diasosiasikan Pegasus sehingga Polri tidak bisa beralasan bahwa mereka tidak pernah membeli alat itu. Mungkin nama lain tapi penggunaannya mengancam kerja masyarakat sipil atau bahkan orang yang kritis terhadap pemerintah,” ujarnya, Selasa (20/6/2023).

Wana melanjutkan, anggaran Polri setiap tahun mengalami kenaikan signifikan dan pada tahun ini sudah mencapai di atas Rp100 triliun. ICW menemukan dalam beberapa tahun terakhir, dengan anggaran yang besar Kepolisian RI membeli perlengkapan yang kemudian digunakan untuk membatasi ruang aspirasi masyarakat sipil.

“Misalkan waktu penolakan terhadap Omnimbus Law, dengan peralatan yang dibeli, polisi menghalau masyarakat agar tidak bisa menyampaikan aspirasi mereka mendekati istana negara. Barang yang dibeli oleh Polri melalui pajak masyarakat digunakan untuk membatasi ruang masyarakat sipil,” ucapnya.

Penggunaan uang negara untuk membeli alat pemantau atau penyadap menurutnya patut menjadi sorotan dan wajib dimintakan pertanggungjawaban karena Polri menggunakan uang publik untuk tujuan yang membatasi ruang publik.

“Dalam konteks Pegasus,kita tidak pernah dapat informasi Pegasus, barang yang dibeli, digunakan untuk memantau siapa dan untuk apa. Pasca2019, ada kasus yang menimpa masyarakat sipil misalkan peretasan, kesulitan akses medsos. Kami duga itu karena upaya yang dilakukan sejumlah pihak untuk teror terhadap orang yang kritis,” tuturnya.

Karena itu, kata dia, ICW bersama koalisi masyarakat sipil mendesak Polri membuka dokumen pengadaan yang telah dipublikasikan tim liputan Indoleaks. Lembaga itu, tuturnya, akan meminta dokumen pengadaan untuk meminta pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran dan diperuntukan untuk siapa saja.

“Kita tidak tahu pasti dan jelas jangan sampai disalahgunakan. Apalagi tahun depan pemilu, jangan sampai alat penyadap ini menjadi instrumen untuk menyerang oposisi," jelasnya. 

Sementara itu, Damar Juniarto dari Safenet mengatakan bahwa ruang digital dipercaya mampu melakukan sebuah proses demokrasi deliberatif di mana semua orang bisa menggunakan ruang  itu untuk menyampaikan pokok pikirannya secara terbuka.

Laporan Indoleaks, terangnya, cukup mengejutkan. Pasalnya, laporan itu mengonfirmasi bahwa pengintaian di ruang digital nyata adanya dan dengan gamblang menyatakan target yang diintai tidak masuk dalam kategori pelaku kejahatan.

“Dalam laporan khusus menyebut penggunaan Pegasus yang ditarget adalah orang politik. Sedangkan yang ditarget dengan perangkat lain yakni Circle adalah jurnalis. Ini menandaskan dalam pelaksanaannya ada bukti bahwa pengawasan digital dilakukan ini tidak pada tempatnya dan merupakan pelanggaran hak asasi dan hak digital yang serius,” tuturnya.

Dia melanjutkan, pembelian alat yang menggunakan pajak dari masyarakat lalu kemudian dipakai untuk merampas mandat masyarakt atas hak demokrasi dan rasa aman, melahirkan perampasan terhadap ruang demokrasi dan privasi.

Karena itu, dia menegaskan bahwa harus ada upaya untuk mendorong pengawasan terhadap aparat yang melakukan pengintaian menggunakan alat canggih tersebut, untuk memastikan penggunaannya tidak menciderai hak-hak sipil masyarakat.

“Temuan indoleaks harus menjadi langkah upaya mendorong pengawas terhadap para pengawas. Sebentar lagi pemilu, maka menjadi sangat penting untuk mendorong pengawasan terhadap pengawas disegerakan sehingga kita tidak alami kerugian lebih lanjut,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper