Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemberi Suap Lukas Enembe Divonis 5 Tahun Penjara, Ini Kronologi Kasusnya

Terdakwa pemberi suap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Rijatono Lakka, divonis hukuman pidana penjara 5 tahun.
Pemberi Suap Lukas Enembe Divonis 5 Tahun Penjara, Ini Kronologi Kasusnya. Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe (tengah, berkursi roda) menuju mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/1/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Pemberi Suap Lukas Enembe Divonis 5 Tahun Penjara, Ini Kronologi Kasusnya. Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe (tengah, berkursi roda) menuju mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/1/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa pemberi suap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Rijatono Lakka, divonis hukuman pidana penjara 5 tahun. 

Direktur PT Tabi Bangun Papua yang itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama 5 tahun dan pidana denda sejumlah Rp250 juta subsider enam bulan," kata Hakim Dennie Arsan Fatika di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negara (PN) Jakarta Pusat, Rabu (14/6/2023).

Lama hukuman pidana penjara yang dijatuhkan kepada Rijatono juga dikurangi dengan lama masa penahanan yang telah dijalankannya.

Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim, terdapat beberapa hal yang memberatkan pengusaha tersebut. Dia dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, serta berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

"Tidak ada hal yang meringankan," lanjut Hakim.

Berdasarkan surat dakwaan, Rijatono merupakan Direktur dari PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua, dan pemilik manfaat dari CV Walibhu. 

Dia didakwa memberikan suap kepada Lukas Enembe Rp35,4 miliar untuk memenangkan perusahaannya dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua selama 2018-2021.

"Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi hadiah yang keseluruhannya sebesar Rp35.429.555.850,00 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Lukas Enembe selaku Gubernur Papua 2018-2023," demikian dikutip dari surat dakwaan, Rabu (5/4/2023). 

Uang senilai Rp35,4 miliar itu terdiri dari uang tunai Rp1 miliar dan pembangunan atau renovasi fisik aset-aset seebsar Rp34,4 miliar. 

Awalnya, Rijatono diperkenalkan kepada Lukas melalui perantara Doren Wakerwka selaku Asisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Papua. Rijatono diperkenalkan kepada kepala daerah itu lantaran dinilai memiliki kemampuan di bidang konstruksi.

Lukas lalu memerintahkan Rijatono untuk merenovasi rumah pribadinya. Pada saat maju menjadi Gubernur periode selanjutnya yakni 2018-2023, Lukas memerintahkan Rijatono menjadi Tim Sukses Pemenangan Lukas Enembe.

Setelah terpilih sebagai Gubernur, Rijatono meminta pekerjaan/proyek kepada Lukas, dan sebaliknya dia meminta adanya fee yang dibayarkan atas proyek-proyek dari APBD Pemprov Papua itu.

Atas intervensi Lukas sebagai Gubernur selama tiga tahun lamanya, Rijatono memperoleh total 12 proyek dari APBD Provinsi Papua. Proyek-proyek itu di antaranya yakni pembangunan rumah jabatan, peningkatan jalan Entrop--Hamadi, Talud Venue Softball dan Baseball Uncen, dan lain-lain.

Pada 11 Mei 2020, Rijatono melalui staf Tabi Bangun Papua dan CV Walibhu Fredrik Banne mengirimkan fee ke rekening BCA Lukas sebesar Rp1 miliar.

Kemudian, pemberian fee dalam bentuk pembangunan atau renovasi aset milik Lukas meliputi 12 aset yang di antaranya terdiri dari Hotel Angkasa, Kosan Entrop, Rumah Macan Tutul, dan lain-lain.

Dakwaan Lukas Pekan Depan

Sementara itu, terdakwa penerima suap sekaligus gratifikasi Lukas Enembe masih baru akan menjalani sidang dakwaan pada pekan depan, Senin (19/6/2023). 

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan permintaan Lukas dan kuasa hukumnya untuk menunda sidang hingga pekan depan. Lukas menolak untuk hadir secara daring, dan ingin hadir secara langsung dalam ruang sidang.

Adapun pertimbangan JPU menghadirkan Lukas secara daring melalui sambungan video conference dari Rutan KPK lantaran faktor keamanan.

Menurut JPU, terdapat pertimbangan adanya simpatisan Lukas yang diperkirakan bakal hadir di persidangan. Wawan menyebut adanya kekhawatiran terhadap faktor keamanan.

"Jadi yang penting keamanan perhatikan dan meminta agar sidang ini lancar sehingga kondisi keamanannya harus diutamakan lebih dahulu," tuturnya.

Sementara itu, Lukas mengaku sakit saat ditanya oleh majelis hakim terkait dengan kondisi kesehatannya. Pertanyaan itu dilontarkan hakim ketika hendak memulai sidang, Senin (12/6/2023).

"Sakit. Tidak bisa [mengikuti persidangan]," ujar Lukas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper