Bisnis.com, JAKARTA - Ahli hukum tata negara Denny Indrayana menyebut alasan pemberhentian Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) lantaran kerap bertemu dengan Anies Baswedan.
Dalam surat terbukanya kepada DPR, Rabu (7/6/2023), Denny menjelaskan bahwa ada beberapa alasan DPR perlu menggunakan hak angket guna menyelidiki sikap tidak netral Presiden Joko Widodo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres ) 2024.
Beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut, jelas Denny, di antaranya seperti dugaan menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menjegal salah satu bakal calon presiden (bacapres), kaitannya dengan Peninjauan Kembali (PK) Partai Demokrat yang melibatkan KSP Moeldoko, serta dugaan menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan partai politik.
Terkait dengan dugaan menggunakan kekuasaan dalam menekan partai, Denny menyebut bahwa ada kader utama PPP yang mengungkap alasan pemberhentian Suharso Monoarfa dari jabatan Ketua Umum PPP.
Hal tersebut, terangnya, yakni lantaran kerap bertemu dengan bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan dari koalisi Partai NasDem, Partai Demokrat, dan PKS.
"Suharso Monarfa misalnya diberhentikan sebagai Ketua umum partai. Ketika saya bertanya kepada seorang kader utama PPP, kenapa Suharso dicopot, sang kader menjawab ada beberapa masalah, tetapi yang utama karena 'Empat kali bertemu Anies Baswedan'," tulisnya dalam surat terbuka ke DPR itu, dikutip Rabu (7/6/2023).
Baca Juga
Menurut Denny, pencopotan Suharso yang diklaim berkaitan dengan Anies merupakan salah satu contoh upaya mengganggu kedaulatan partai politik. Dia menilai upaya mengganggu kedaulatan partai diganggu apabila ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024.
Pada saat yang sama, dalam surat tersebut Denny turut menyoroti pembicaraan Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani dengan politikus PAN Soetrisno Bachir. Dalam percakapan tersebut, Soetrisno disebut menanyakan alasan PPP tidak mendukung Anies kendati banyak pemilih partai tersebut yang menghendaki demikian.
Keputusan untuk tidak mengusung Anies juga dinilai bisa memengaruhi elektabilitas partai sehingga kehilangan kursi di DPR pada Pemilu 2024.
"Arsul Sani menjawab, 'PPP mungkin hilang di 2024 jika tidak mendukung Anies, tetapi itu masing mungkin. Sebaliknya, jika mendukung Anies sekarang, dapat dipastikan PPP akan hilang sekarang juga'," tulis Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.
Seperti diketahui, PPP kini telah resmi mengusung bacapres dari PDIP sekaligus Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk maju pada Pilpres 2024.
Namun, survei Indikator Politik terbaru menemukan bahwa mayoritas konstituen PPP memilih bacapres Anies Baswedan. Hal tersebut ditemukan dalam simulasi tiga nama capres dengan elektabilitas tertinggi, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies, menurut pilihan partai.
Dalam simulasi tersebut, sebesar 47,7 persen konstituen PPP tercatat memilih mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
"PPP [mayoritas konstituennya memilih] Anies. Ini jadi isu ya, karena PPP sudah memilih [Ganjar], tetapi konstituen PPP yang memilih Ganjar baru 25 persen," jelas Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi pada pada rilis survei Peta Elektoral Pascadeklarasi Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP dan PPP, Kamis (18/5/2023).