Bisnis.com, JAKARTA - Setidaknya 12 pendaki tewas dan lima lainnya hilang dan dikhawatirkan tewas di Puncak Everest pada ketinggian 8.849 meter dalam musim pendakian utama tahun ini.
Tragedi menjadi paling mematikan sejak gempa yang memicu longsor hingga menewaskan 18 orang pada 2015.
Agen ekspedisi tanpa pengalaman menyebabkan banyak masalah, menurut seorang veteran pendaki pada Senin, setelah salah satu musim pendakian mematikan selama beberapa tahun di gunung tertinggi di dunia itu.
"Klien lemah ditambah agen ekspedisi minim pengalaman menjadi pendakian bermasalah," kata Guy Cotter, 69, seorang pendaki yang terkenal dari Selandia Baru yang telah mendaki Everest lima kali di ibukota Nepal, Kathmandu.
"Para klien seharusnya memiliki standar minimum dengan bukti pendakian sebelumnya sebelum datang ke Everest," katanya.
Tiga sherpa pendaki tewas ketika es menerjang mereka di bagian bawah gunung pada April, dan sisanya meninggal akibat sakit atau kelelahan, kata pemerintah dan petugas pendakian.
Baca Juga
Nepal memang mengatur pendakian Everest dan puncak Himalaya lainnya, bersikeras bahwa setiap orang mendapat izin, misalnya, tetapi Cotter mengatakan agen yang memandu klien ke atas gunung harus memiliki standar minimum peralatan dan staf.
"Banyak agen pendakian yang membawa klien ke Everest tidak mengerti menghindari insiden yang terjadi dan ketika terjadi kesalahan, mereka tidak mengerti bagaimana mengatasi masalah tersebut," kata Cotter.
Bigyan Koirala, seorang pejabat Departemen Pariwisata yang mengawasi pendakian, mengatakan pemerintah sedang mempertimbangkan lebih banyak peraturan namun tidak merinci peraturan tersebut.
Nepal mengeluarkan 478 izin untuk mendaki Everest tahun ini dan ratusan orang berhasil mencapai ke puncak.