Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ribut Sistem Pemilu Tertutup: PDIP vs Semua Partai

PDIP menjadi satu-satunya partai yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato pada puncak HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Selasa (10/1/2023)./Dok. PDIP
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato pada puncak HUT ke-50 PDIP di JIExpo Kemayoran, Selasa (10/1/2023)./Dok. PDIP

Bisnis.com, JAKARTA - Delapan dari sembilan fraksi partai politik (parpol) yang ada di parlemen atau DPR RI meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tetap menerapkan sistem pemilu proposional terbuka pada Pemilu 2024.

Sebagai informasi, MK dalam waktu dekat akan memutuskan perkara uji materi sistem pemilu. Belakangan, MK diisukan akan menerima gugatan untuk penerapan sistem pemilu proposional tertutup, bukan terbuka seperti yang berlaku sekarang.

Menanggapi isu tersebut, delapan fraksi parpol pun melakukan pertemuan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (30/5/2023). Hasilnya mereka sepakat untuk meminta MK agar tak mengubah sistem pemilu.

Delapan fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Artinya hanya PDI Perjuangan (PDIP) parpol perlemen yang tak ikut karena dukung penerapan sistem pemilu proposional tertutup.

"Maka kita meminta supaya tetap sistemnya terbuka," ujar Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Kahar Muzakir dalam konferensi pers delapan fraksi parpol di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (30/5/2023).

Dia mengatakan, tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan setengah jalan. Apalagi, lanjutnya, parpol peserta pemilu sudah menyerah daftar calon sementara (DCS) anggota legislatif ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kita sudah menyampaikan DCS kepada KPU. Setiap partai politik calegnya itu dari DPRD kabupaten/kota, DPR RI, jumlahnya kurang lebih 20 ribu orang. Jadi kalau ada 15 partai politik, itu ada 300 ribu. Nah mereka ini akan kehilangan hak konstusionalnya kalau dia pakai sistem tertutup," jelasnya.

Kahar khawatir, jika nantinya MK memutuskan sistem pemilu proposional tertutup maka para bakal calon anggota legislatif itu akan meminta ganti rugi.

"Paling tidak mereka urus SKCK segala macem itu ada biayanya. Kepada siapa ganti ruginya mereka minta? Ya bagi yang memutuskan sistem tertutup. Bayangkan 300 ribu orang itu minta ganti rugi, dan dia berbondong-bondong datang ke MK agak gawat juga MK itu," ungkapnya.

Ancam Anggaran MK

Sementara itu, perwakilan fraksi Partai Gerindra DPR Habiburokhman mengatakan jika MK tak mengindahkan suara mayoritas fraksi di parlemen maka pihaknya juga akan menggunakan kewenangan budgeting atau penganggaran ke MK.

"Apabila MK berkeras untuk memutus ini [sistem pemilu proporsional tertutup], kami juga akan menggunakan kewenangan kami, begitu juga dalam konteks budgeting," ujar Habiburokhman dalam konferensi pers delapan fraksi parpol DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (30/5/2023).

Dia mengaku bukan ingin mengadu kekuasaan DPR dengan MK. Meski begitu, anggota Komisi III DPR ini ingin menyatakan pihaknya juga punya kewenangan yang tak boleh diremehkan.

"Jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif juga punya kewenangan," jelasnya.

Habiburokhman menambahkan, saat ini Komisi III sedang melakukan revisi UU MK. Oleh sebab itu, dia menyatakan ingin memperbaiki batasan aturan yang boleh diputuskan oleh MK.

"Kalau perlu Undang-undang MK kita ubah. Kalau perlu wewenangnya kita cabut. Akan kita perbaiki supaya tidak terjadi lagi," ungkapnya.

Saat dihubungi untuk dimintai keterangan, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan tak mau mengomentari ‘ancaman’ delapan fraksi DPR itu.

Sebelumnya, Fajar telah membantah bahwa MK sudah memutuskan perkara sistem pemilu. Dia menjelaskan agenda persidangan serta pengambilan keputusan oleh Hakim Konstitusi belum akan dilakukan.

"Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin, 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak. Setelah itu, perkara baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim dalam RPH," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono kepada Bisnis, Senin (29/5/2023).

Setelah itu, lanjut Fajar, agenda sidang pembacaan putusan baru akan dilakukan setelah putusan sudah disiapkan. "Selanjutnya, sesudah putusan siap, akan diagendakan sidang pengucapan putusan. Begitu alurnya," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper