Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu-isu yang jadi Sorotan di RUU Kesehatan Omnibus Law

Berikut isu-isu yang menjadi sorotan dalam RUU Kesehatan Omnibus Law yang digugat oleh dokter dan nakes.
KARANGAN BUNGA PENOLAKAN RUU KESEHATAN Pekerja memasang karangan bunga berisi penolakan RUU Kesehatan di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (13/4/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha
KARANGAN BUNGA PENOLAKAN RUU KESEHATAN Pekerja memasang karangan bunga berisi penolakan RUU Kesehatan di Kompleks DPR, Jakarta, Kamis (13/4/2023). JIBI/Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan omnibus law terus menjadi sorotan, terutama setelah para tenaga kesehatan (nakes) memutuskan turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi. Berbagai poin dari rancangan omnibus law itu menjadi polemik dan menimbulkan perdebatan.

Berbagai unsur tenaga kesehatan, seperti dokter dan perawat menggelar aksi unjuk rasa penolakan RUU Kesehatan omnibus law pada Senin (8/5/2023). Unjuk rasa berlangsung di berbagai kota, termasuk di kawasan Monumen Nasional (Monas) dan Kementerian Kesehatan, Jakarta.

Lima organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) telah menyatakan penolakan atas RUU Kesehatan.

Organisasi-organisasi profesi dan para tenaga kesehatan menilai bahwa pembahasan RUU Kesehatan tidak transparan, sehingga membuat mereka harus turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasinya.

Isu-isu RUU Kesehatan Omnibus Law 

Beberapa pekan sebelum aksi, banyak tenaga kesehatan yang mengirimkan karangan bunga ke halaman depan gedung DPR berisi pesan penolakan RUU Kesehatan omnibus law

Terdapat sejumlah isu yang disuarakan massa aksi unjuk rasa terkait RUU Kesehatan omnibus law, mulai dari ancaman hilangnya peran organisasi profesi yang berpengaruh terhadap penerapan kode etik tenaga medis, risiko kemudahan masuknya dokter asing tanpa ujian persamaan, hingga ancaman pidana bagi tenaga kesehatan.

Dalam wawancara khusus bersama Bisnis belum lama ini, Ketua Umum IDI Adib Khumaidi menyatakan bahwa pasal 328 RUU Kesehatan terdapat ketentuan perselisihan yang muncul akibat kesalahan tenaga medis dalam menjalankan profesinya, dapat diselesaikan melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan.

"Padahal, pasal pidana sudah dihapuskan di UU Praktik Kedokteran. Ini kontradiktif buat kami. Praktik kedokteran bakal menjadi takut, sedikit-sedikit pasien bisa lapor. Saya sebagai dokter jadi agak takut," ujar Adib kepada Bisnis.

Menurutnya, ketentuan penyelesaian sengketa itu justru dapat berdampak terhadap biaya kesehatan dan masyarakat. Pasalnya, dokter harus menyewa pengacara apabila terjadi perkara, lalu tenaga medis pun akan menjalankan tes yang sebetulnya tidak perlu karena kekhawatiran salah diagnosis.

Tanggapan Menkes

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa banyak isu krusial yang menjadi perhatian pemerintah, sehingga mendukung pengesahan RUU Kesehatan bersama DPR.

Berbagai substansi itu menurutnya mengacu kepada enam pilar transformasi untuk peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan.

Keenam pilar RUU Kesehatan

  1. Transformasi di layanan primer
  2. Transformasi sistem layanan rujukan
  3. Transformasi sistem ketahanan kesehatan
  4. Transformasi sistem pembiayaan kesehatan
  5. Transformasi SDM Kesehatan
  6. Transformasi sistem teknologi dan bioteknologi kesehatan

Salah satu isu yang menjadi sorotannya adalah pengembalian peran fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan pos pelayanan terpadu (Posyandu) untuk fokus menjalankan fungsi promotif dan preventif. Fasilitas itu perlu menjadi garda terdepan menjaga masyarakat agar tidak sakit.

"Padahal, sesudah kita lihat sistem kesehatan kesehatan nasional yang bagus dan tangguh adalah strateginya menjaga orang jangan sampai sakit. Itu sangat berbeda strateginya. Kalau sebelumnya strategi di hilir dan responsif, ini di hulu dan lebih tidak reaktif, lebih preventif sifatnya," ujar Budi dalam wawancara khusus bersama Bisnis.

Pemerintah pun mendorong reformasi besar-besaran di sistem pendidikan dokter dan dokter spesialis melalui RUU Kesehatan. Menkes ingin anak-anak bangsa dan para dokter bisa lebih mudah untuk memperoleh pendidikan kedokteran dan spesialis.

Dia menyebut bahwa hanya Indonesia yang memberlakukan uang kuliah untuk dokter yang ingin menempuh studi menjadi spesialis.

Padahal, menurut Budi, di negara-negara lain justru pendidikan dokter spesialis berlangsung di rumah sakit pendidikan dan residen mendapatkan bayaran karena terhitung bekerja di sana.

"Akibatnya, pendidikan dokter spesialis menjadi mahal dan susah masuknya, karena memang hanya dilakukan di 20 perguruan tinggi saja. Di luar negeri, mungkin dilakukan di ribuan rumah sakit pendidikan," kata Budi.

Soal BPJS Kesehatan, Budi menilai bahwa menuanya populasi masyarakat akan menyebabkan peningkatan biaya kesehatan. Alhasil, perlu terdapat penataan ulang desain sistem pembiayaan kesehatan agar BPJS Kesehatan tidak lagi mengalami defisit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper