Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menggelar protes terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait dengan PKPU 10/23 tentang pencalonan anggota legislatif.
Protes tersebut dilakukan di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat sekaligus sebagai bentuk tuntutan agar lembaga ini memberikan rekomendasi pengubahan PKPU
Titi Anggraini, salah satu perwakilan koalisi dari Perludem melihat Pengaturan yang dilakukan KPU jelas menyimpangi jaminan UUD, terutama terkait dengan Pasal 28H Ayat (2).
“Jelas dalam pasal itu menjamin bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan,” jelas Titi, Senin (8/5).
Titi menilai aturan itu bisa mengamputasi jumlah keterwakilan perempuan di tingkat legislatif. Menurutnya, Pasal 245 UU 7/2017 tentang Pemilu mengatur bahwa daftar bakal calon di setiap dapil memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
“Namun, hal itu dilanggar oleh ketentuan yg tidak tepat terkait pembulatan ke bawah jika kurang dari angka 0,5, pada hasil perkalian persentase 30 persen dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023,” kata Titi
Baca Juga
Pengaturan KPU itu akan berdampak pada keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen pada sejumlah daerah pemilihan (dapil), yaitu pada dapil dengan jumlah caleg 4, 7, 8, dan 11.
Menurut Titi, PKPU terbaru yang mengamputasi keterwakilan perempuan ini bersembunyi di balik dalih rumus matematika internasional, padahal prinsip dasarnya sudah terang benderang "keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen di setiap dapil".
“Prinsip ini tidak boleh dilanggar oleh rumus apapun. Paling sedikit artinya: boleh lebih, dilarang kurang. Tidak perlu akrobat argumen,” tegasnya.
Bagi koalisi, Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 bukan hanya cermin rendahnya komitmen afirmasi KPU, juga bentuk distorsi atas tatanan demokrasi inklusif perjuangan reformasi.
Selain itu, koalisi juga melihat sikap KPU yang tidak berpihak pada pemilu inklusif yang dimulai saat membentuk beberapa Timsel minus perwakilan perempuan
Untuk itu, koalisi menyatakan tiga sikap. Pertama, koalisi menolak Pasal 8 Ayat (2) PKPU 10/2023. Koalisi juga menuntut Bawaslu dalam tempo 2x24 jam untuk menerbitkan rekomendasi kepada KPU untuk merevisi PKPU tersebut.
Jika dalam waktu 2x24 jam Bawaslu tidak menerbitkan rekomendasi, maka Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan akan mengambil langkah hukum menuntut pemulihan hak politik perempuan berkompetisi pada Pemilu 2024 melalui DKPP dan juga melakukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Selain Perludem, ada banyak organisasi/lembaga yang tergabung dalam koalisi ini di antaranya Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Selain itu, ada juga Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Puskapol UI, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, JALA PRT, Prodi Kajian gender UI, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Pusako FH Unand, Pusat Studi Kepemiluan Unsrat.