Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan Pemerintah akan segera menyelesaikan regulasi mengenai optimalisasi perdagangan karbon.
Menurutnya, aturan tersebut saat ini dalam proses penyelesaian yakni pada Sistem Registri Nasional (SRN) yang diperlukan untuk perdagangan karbon dan selanjutnya dimatangkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Jadi regulasinya dalam proses penyelesaian. Namun, mungkin yang paling berwenang nanti tuh dari OJK sama keuangan [Kementerian Keuangan]," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (3/5/2023).
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa dalam pengaplikasian terkait perdagangan karbon Kementerian ESDM hanya sebagai pendukung untuk menentukan sumber-sumber suplai karbon.
"Nah kita ini hanya pendukung saja mengenai untuk sumber-sumber, suplai-suplai karbon itu dari mana saja. Sumber-sumbernya itu dari KLHK, dari industri, dari energi," ucapnya.
Untuk diketahui, Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) ditujukan untuk pendataan aksi dan sumberdaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sehingga dapat memberikan pengakuan Pemerintah atas kontribusi berbagai pihak terhadap upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim termasuk sumberdaya mulai dari pendanaan dalam dan luar negeri, teknologi dan capacity building.
Baca Juga
Tak hanya itu, SRN PPI juga akan memberikan penyediaan informasi kepada publik tentang aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta capaiannya dan menghindarkan penghitungan/pelaporan ganda atas aksi dan sumberdaya untuk mitigasi dan adaptasi sebagai bagian pelaksanaan prinsip-prinsip kejelasan dan transparansi.
Nantinya, aturan ini juga akan mengatur konvensi yang bertujuan untuk menstabilkan volume gas rumah kaca di atmosfer pada level aman bagi sistem iklim global. Menjaga volume gas rumah kaca tidak melebihi 450 PPM karena akan meningkatkan suhu permukaan bumi menjadi dua derajat.
Selanjutnya, Arifin juga berharap kementeriannya menjadi motor untuk model transisi hijau ke depan. Apalagi, dia menilai perdagangan karbon dapat dimulai dari skala kecil untuk kemudian dilengkapi dan disempurnakan kekurangannya.
“Perhitungan standarisasi akan di kementerian masing-masing, dan mereka juga memberikan masukan. Pokoknya kami memang mau jadi tempat yang menjadi motor untuk untuk model transisi hijau ke depan. Kami juga akan mulai begitu sistem selesai nanti akan kami jalankan. Walaupun dengan skala, tetapi nanti akan dilengkapi apa yang kurang dan disempurnakan,” tuturnya.
Untuk diketahui, pada Pasal 1 ayat 6 Peraturan Presiden Nomor 46 tahun 2008 tentang Dewan Perubahan Iklim, perdagangan karbon adalah kegiatan jual beli sertifikat pengurangan emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim.
Melalui perdagangan itu, harapannya tingkat emisi di bumi bisa berkurang, serta juga meminimalkan dampak perubahan iklim. Data Kementerian ESDM menyebutkan capaian penurunan emisi CO2 sebesar 40,6 juta ton (2018), 54,8 juta ton (2019), 64,4 juta ton (2020), 70 juta ton (2021), 91,5 juta ton (2022), dan pada 2023 diproyeksikan bisa 116 juta ton.