Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih perlu melakukan sejumlah tindakan uji sampel untuk dapat mengetahui kapan semburan gas disertai api yang terjadi di Rest Area Cipali KM 86B dapat terhenti.
Sebagaimana diketahui, semburan api yang berasal dari lokasi sumur bor yang berada di rest area KM 86 B Tol Cipali ini terjadi pada Rabu (26/4/2023) pukul 08.32 WIB.
Hingga Minggu, (30/4/2023) kobaran api tersebut masih menyala terang hingga terlihat dari jalanan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali).
Penyelidik Bumi Badan Geologi, Iwan Sukma Gumilar mengatakan pengambilan sampel gas perlu dilakukan untuk menentukan karakteristik gas tersebut apakah biogenik, termogenik atau campuran keduanya.
Dari karakteristik tersebut dapat ditentukan sumber gasnya, baik berupa kantong gas dangkal yang bersifat biogenik atau gas dalam termogenik yang terakumulasi dan terjebak di bawah antiklin km 88B.
"Hal ini perlu dilakukan terkait dengan durasi dan besarnya semburan gas yang diperlukan untuk penanganan semburan serta antisipasi resiko di kemudian hari," kata Iwan kepada Bisnis, dikutip Senin (1/5/2023).
Baca Juga
Adapun, semburan api itu mencapai tinggi 12 meter. akibat kobaran api tersebut, tim survey mengalami kesulitan dalam pengambilan sampel gas untuk pengujian laboratorium.
Menurut informasi yang dihimpun dari pihak kepolisian, semburan gas tersebut berasal dari sumur bor artesis yang digunakan sebagai sumur air tanah, dengan kedalam antara 40 – 100 meter.
Iwan juga mendapatkan Informasi tambahan dari salah seorang perwakilan pihak Pertamina EP yang berada di lokasi menyatakan bahwa dalam radius sekitar 2 km ke selatan terdapat sumur eksplorasi gas yang aktif.
"Semburan Gas pada lokasi Rest Area KM 86B kemungkinan besar berasal dari Gas Biogenik Formasi Cisubuh berumur Pliocene-Pleistocene," ujarnya.
Lokasi sumur semburan gas berada di koordinat -6.47245018449493, 107.58624772214222, termasuk ke dalam Peta Geologi Lembar Pamanukan, Jawa Barat. Secara geologi, lokasi sumur berada pada satuan batuan alluvium asal volkanik batupasir tuffaan dan konglomerat yang berumur kuarter.
"Batuan penyusun di bawah satuan lapisan alluvial tersebut, mengacu pada Peta Geologi Lembar Bandung adalah Formasi Citalang berumur Pliosen Atas, Formasi Kaliwangu berumur Pliosen Bawah dan Formasi Subang berumur Miosen Akhir," ujarnya.
Dia menuturkan, satuan batuan tersebut tersingkap di daerah Subang dan sekitarnya dan menerus di bawah permukaan hingga lokasi sumur. Pada sekitar lokasi semburan terdapat sumur PSJ-P1 dan PJN-P1 dengan kedalaman maksimal di 1076 meter untuk sumur PJN-P1.
Pada sumur PJN-P1 dapat diketahui bahwa sampai dengan kedalaman 860 meter terdapat zona yang memiliki potensi sebagai penghasil dan penyimpan gas. Formasi ini diinterpretasikan sebagai formasi cisubuh yang berumur Pliosen hingga pleistosen.
"Sumur berada di puncak antiklin yang cukup besar dan ditutupi oleh lapisan alluvial volkanik yang cukup tipis sekitar 200 meter," jelasnya.
Menurut Iwan, karakteristik puncak antiklin merupakan zona lemah dan umumnya mengalami peretakan maupun perekahan sehingga memungkinkan gas biogenic maupun termogenik dari formasi di bawahnya (Formasi Cisubuh) untuk dapat menyusup keluar.
Di sisi lain, dari karakter seismii dapat dilihat bahwa formasi Cisubuh dan formasi di bawahnya memiliki zona-zona bright spot yang berpotensi mengandung gas yang memiliki tekanan yang dapat berpotensi menyemburkan gas apabila kestabilan batuan penutupnya (endapan kuarter dan vulkanik) terganggu kesetimbangannya oleh faktor alami maupun aktifitas manusia.
"Batuan kuarter dan vulkanik yang dapat menahan keluarnya gas pada daerah semburan relatif tipis (200 meter) dan rentan terhadap potensi semburan," tandasnya.