Bisnis.com, JAKARTA — Istana mengamini bahwa Pemerintah akan terus menguatkan komitmen transformasi energi terbarukan dengan menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara mulai dari 2025 hingga 2050.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin pun menjelaskan konteks mengenai penutupan tersebut akan mulai dilakukan pada 2025 hingga 2050.
“Pada 2025, 23 persen energi berasal dari EBT, kemudian pada 2050 seluruh pembangkit batu bara ditutup. We walk the talk, not only talk the talk,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (17/4/2023).
Hal ini mengartikan pada 2025, Indonesia menargetkan sebanyak 23 persen energi akan dihasilkan melalui Energi Baru Terbaharukan (EBT). Kemudian, pada 2050 transformasi secara besar akan dilakukan dengan menutup penuh aktivitas PLTU Batu Bara.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan mulai menghentikan aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara pada 2025 mendatang.
Hal ini disampaikannya saat membuka agenda pameran industri Hannover Messe di Jerman.
Baca Juga
"Pada 2025 seluruh pembangkit batu bara [akan kami] tutup," ujarnya dalam Opening Ceremony Hannover Messe, dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Senin (17/4/2023).
Orang nomor satu di Indonesia ini menegaskan upaya penutupan tersebut dilakukan sebagai komitmen Negara menuju penggunaan energi hijau.
Sehingga, mantan Wali Kota Solo ini meyakini Indonesia akan terus membuktikan komitmennya melalui aksi nyata, seperti pembangunan kawasan industri hijau dan penggunaan energi hijau yang mencapai 23 persen pada 2023.
"Kami juga akan membangun 30.000 hektare kawasan Industri hijau dan pada 2023 akan ada 23 persen energi berasal dari energi baru terbarukan," imbuhnya.
Presiden juga mengatakan bahwa penghentian penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara merupakan bagian rencana pemerintah dalam percepatan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Oleh sebab itu, Pemerintah disebutnya akan secara masih menghentikan pembangunan PLTU yang akan digantikan dengan pembangkit EBT di 2025 secara bertahap hingga 2050.
Dia menjelaskan bahwa penutupan PLTU di Indonesia memang membutuhkan waktu, mengingat mayoritas dari pembangkit listrik di Indonesia merupakan PLTU.
Meski begitu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menegaskan komitmen Indonesia akan terus terjaga, khususnya terkait dengan keberlangsungan lingkungan dengan energi hijau.
Pembuktian tersebut dibuktikan melalui penurunan angka deforestasi, kebakaran hutan, hingga rehabilitasi hutan bakau yang terbesar di dunia.
"Laju deforestasi turun signifikan dan terendah selama 20 tahun terakhir. Kebakaran hutan turun 88 persen. Rehabilitasi hutan 600.000 hektare hutan mangrove yang akan selesai direhabilitasi pada 2024. Ini terluas di dunia," ucapnha.
Namun, Jokowi mengaku bahwa untuk mencapai transisi energi hijau membutuhkan pembiayaan yang besar, bahkan hingga 2060 dibutuhkan US$1 triliun sehingga Indonesia menurutnya sangat terbuka untuk mengundang investor Jerman dalam melakukan kerja sama.
"Ini membutuhkan investasi pembiayaan yang sangat besar setidaknya US$1 triliun sampai 2060, dan Indonesia mengundang investor Jerman untuk membangun ekonomi hijau di Indonesia," pungkas Jokowi.