Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendorong laporan dana kampanye peserta pemilu dibuka publik secara detail, pasca dua bupati diyakini menggunakan dana pemerintah daerahnya untuk modal ikut Pilkada 2024.
Sebagai informasi, akhir pekan lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil jadi tersangka setelah diduga menggunakan uang hasil korupsi pemotongan anggaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk membiayai kampanyenya pada Pilkada Provinsi Riau 2024.
Sebelumnya, modus serupa diyakini juga digunakan Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat. KPK juga menetapkan Ben tersangka pada akhir bulan lalu.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja pun merasa dana kampanye harus jauh lebih diawasi ke depan. Lembaganya sendiri tak bisa berbuat banyak sebab tahapan Pilkada 2024 belum dimulai.
“Nah oleh sebab itu ini PR bagi para penegak hukum dan pemerintah ke depan bagaimana menanggulangi hal-hal seperti ini,” jelas Bagja di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Minggu (9/4/2023) malam.
Dia menjelaskan sebenarnya aturan dalam masa pilkada jelas mengatur tidak boleh adanya penggunaan fasilitas pemerintah, mengangkat pegawai sebelum enam bulan pencoblosan, dan membuat kebijakan yang menguntungkan petahana yang bertanding.
Baca Juga
Di luar itu, DPRD dan organisasi masyarakat juga harus ikut mengawasi pengelolaan dana pemerintah daerah. Untuk Bawaslu sendiri, Bagja mengatakan saat ini tak punya kewenangan.
“Untuk melibatkan Bawaslu masih sangat sulit karena tahapan kan belum ada juga. Bawaslu awasi tahapan penyelenggaraan pemilu, di luar masa tahapan bukan kewenangan Bawaslu,” ungkapnya.
Selain itu, Bagja juga berpendapat harus dibuat aturan yang lebih jelas terkait dana kampanye peserta pemilu. Dia ingin Bawaslu maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) bisa melakukan pemeriksaan secara menyeluruh asal dana kampanye peserta pemilu.
“Kan sebenarnya kalau kita mau bisa, LHKPN-nya berapa sih? Dana kampanye berapa? Tiba-tiba lebih besar, berarti ada penyumbang, penyumbangnya siapa? Ada apa tidak? kemudian dicek penyumbangnya,” jelasnya.
Penyumbang dana kampanye, lanjutnya, juga harus jelas. Tak boleh anonim dan profilnya harus sesuai dengan nilai yang disumbangkan. Bahkan, Bagja mendorong agar laporan dana kampanye dibuka ke publik secara detail. Oleh sebab itu, Peraturan KPU (PKPU) tentang dana kampanye harus diperbaiki.
“Harus diperbaiki [PKPU tentang dana kampanye], transparan, kalau harus dibuka ke publik. Tiba-tiba tetangga kita nyumbang Rp2 miliar, padahal enggak pernah sumbang sekali, itu menjadi persoalan,” ujarnya.
Memang sebelumnya KPU kerap membuka laporan dana kampanye peserta pemilu dibuka ke publik. Meski begitu, laporan yang sampaikan ke publik itu hanya berupa data rekap secara umum saja bukan secara rinci atau detail.