Uang dan Tas Mewah
Sebagai salah satu upaya penyidikan, KPK telah menggeledah satu rumah kediaman tersangka dalam kasus tersebut. Penggeledahan dilakukan pada awal pekan ini, Senin (27/3/2023), di rumah Rafael yang berlokasi di Simprug Golf, Jakarta Selatan.
KPK menemukan sejumlah uang dan tas mewah dengan merek luar negeri seperti Hermes, dan lain-lain. Uang dan tas mewah hasil penggeledahan itu segera disita dan dianalisis untuk menjadi barang bukti dugaan kasus gratifikasi yang menjerat Rafael.
Sebelumnya terdapat aset dalam bentuk uang dan rekening yang sudah disita maupun dibekukan oleh KPK maupun pihak lain.
KPK sebelumnya telah menyita uang yang ditemukan di dalam safe deposit box (SDB) milik Rafael. Uang tersebut berkisar hingga Rp40 miliar.
Uang itu disita untuk nantinya dijadikan bahan penelusuran dari perkara gratifikasi Rafael. Namun demikian, kini KPK belum mau membeberkan nilai pasti gratifikasi yang diterima mantan pejabat pajak itu.
"Total [nilai gratifikasi] seperti yang disampaikan itu kita masukkan, kita sita dalam perkaranya yang gratifikasi, seperti yang ada di SDB dan lain-lainnya," terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur secara terpisah.
Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan sebanyak 40 rekening milik Rafael, keluarga dan pihak terkait. Nilai mutasi rekening itu senilai Rp500 miliar dari periode 2019-2023.
Rafael Bingung
Mantan pejabat Ditjen Pajak ini sempat menyatakan bingung terhadap pengusutan KPK kepada harta kekayaannya. Saat itu, kasusnya masih di tahap penyelidikan.
Sebelum naik ke penyidikan, KPK pun telah memanggil Rafael dan istri untuk dimintai keterangan, Jumat (24/3/2023).
Melalui keterangan tertulis, Rafael menyampaikan bahwa akan tetap patuh menghadapi proses hukum dengan kooperatif. Dia juga sudah menyampaikan kepada KPK mengenai asal usul kepemilikan hartanya dalam rangka membuktikan tidak adanya tindak pidana.
Rafael juga memastikan dirinya tak berniat untuk kabur ke luar negeri. Dia menegaskan akan bersikap kooperatif terhadap proses hukum yang berjalan di KPK.
"Tak ada sedikit pun niat saya untuk kabur ke luar negeri, untuk pergi dari sini [Indonesia]," tuturnya.
Akan tetapi, Rafael mengaku tak habis pikir karena dia merasa selalu melaporkan harta kekayaannya sejak 2011.
Tidak hanya itu, dia juga sudah beberapa kali menjalani klarifikasi mengenai asal muasal hartanya baik oleh KPK pada 2016 dan 2021, serta Kejaksaan Agung pada 2012.
Dia menyatakan bahwa aset yang dimilikinya tidak mengalami penambahan sejak 2011, melainkan hanya meningkat nilai jual objek pajaknya.
"Jadi kalau sekarang diramaikan dan dibilang tidak wajar hanya karena kasus yang dilakukan oleh anak saya, jadi janggal karena sudah sejak 2011 sudah dilaporkan. Selain itu pada tahun 2016 dan 2021 sudah klarifikasi oleh KPK, serta tahun 2012 telah diklarifikasi di Kejaksaan Agung," ujarnya pada keterangan tertulis, dikutip Senin (27/3/2023).
Tidak hanya itu, Rafael juga mengatakan harta yang diperolehnya juga sudah tercatat dalam surat pemberitahuan tahunan orang pribadi (SPT-OP) di Ditjen Pajak sejak 2002.
Penambahan hartanya juga telah dilaporkan rutin dalam SPT pada saat harta tersebut diperoleh.
Dia juga menyebut sudah pernah mengikuti program Tax Amensty pertama pada 2016, dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022.
Atas dasar itu, mantan Kabag Umum Kanwil DJP Jakarta II itu merasa heran kenapa kepemilikan hartanya dipermasalahkan sekarang.
"Perolehan aset tetap saya sejak tahun 1992 hingga tahun 2009, seluruhnya secara rutin tertib telah saya laporkan dalam SPT-OP sejak tahun 2002 hingga saat ini dan LHKPN sejak tahun 2011 sampai dengan saat ini. Seluruh aset tetap tersebut sudah diikutkan program TA [Tax Amnesty] tahun 2016 dan juga diikutkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tahun 2022. Sehingga saat ini seharusnya sudah tidak menjadi masalah," lanjutnya.
Keberatan lain oleh Rafael juga mengenai dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang tengah diusut dari kasus yang menjeratnya.
Dia menyebut keterangan PPATK terkait dengan pemblokiran rekening konsultan pajak karena diduga membantunya melakukan TPPU adalah tak masuk akal dan anggapan sepihak tanpa dasar.
"Saya tidak pernah menggunakan jasa konsultan pajak. Jika memang diduga ada bantuan dari konsultan pajak mohon dijelaskan bantuannya seperti apa?," kata Rafael.