Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengingatkan pentingnya mengedepankan politik inspiratif ketimbang politik praktis dalam beragama. Terlebih politik inspiratif boleh disampaikan dalam rumah ibadah hingga tempat pendidikan.
Hal itu disampaikan Mahfud dalam acara Simposium Nasional bertajuk 'Kedamaian Berbangsa Menuju Pemilu 2024 Tanpa Politisasi Agama' di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023).
Awalnya Mahfud menyampaikan, bahwa semua pihak diperbolehkan menggunakan rumah ibadah untuk kegiatan politik, karena memang, tempat kegiatan politik dan lahirnya ide-ide politik itu dari agama.
Namun, dia mengingatkan bahwa politik itu terdapat dua tingkatan yakni yang pertama politik inspiratif. Politik bicara soal keadilan hingga demokrasi boleh disampaikan di rumah-rumah ibadah.
"Tetapi politik itu ada dua tingkat, satu politik inspiratif atau politik ideologis. Politik inspiratif itu kalimatun sawa itu tadi. Keadilan, keluhuran, kejujuran, demokrasi, itu boleh kampanye di rumah agama," kata Mahfud.
"Karena itu setiap hari yang dikatakan oleh para mubaligh di masjid, di pesantren. 'Hei, kamu harus hadir, itu kan politik'. 'Hei itu mencuri tanah rakyat', bicara di masjid, boleh," sambungnya.
Baca Juga
Mahfud pun mengingatkan yang tak boleh disampaikan di rumah ibadah hingga tempat menimba ilmu pendidikan yakni politik praktis. Pasalnya politik praktis jika disampaikan bisa menimbulkan perpecahan.
"Apa? 'hei kamu milih ini ya jangan milih ini. ini jahat nih, ini bagus'. Nah nggak boleh. 'Milih partai ini, jangan pilih partai ini, pilih calon yang ini jangan pilih yang itu', itu nggak boleh, akan menimbulkan perpecahan," ungkapnya.
Mahfud menyebut, politik inspiratif yang masuk dalam kalimatun sawa tersebut merupakan tingkat paling tinggi dalam berpolitik. Menurutnya, hal itu penting untuk memberikan pendidikan kewarganegaraan.
"Ideologi, Pancasila harus diajarkan, di masjid iya, tetapi jangan praktis. Praktis itu atau low politics itu sudah menyangkut pilihan-pilihan dari berbagai gerakan," tuturnya.
Dia pun menegaskan kembali jika perbedaan pilihan politik praktis itu jangan di bawa ke masjid, jangan dibawa ke pesantren, jangan dibawa ke sekolah dan kampus.
"Kalau soal perbedaan pilihan politik, itu yang akan menimbulkan kekacauan. Tapi kalau politik inspiratif tadi, mari kita bangun Negara sebaik-baiknya dan bisa melahirkan pemimpin yang baik, itu memang tugas masjid," ujarnya.
"Tapi jangan pilih pemimpin yang baik, pemimpin yang baik itu (misalnya) Mahfud, itu nggak boleh. Tapi kalau pemimpin yang baik, jangan nyebut orang, itu tugas masjid. Karena apa? itu politik inspiratif," sambungnya.