Bisnis.com, JAKARTA -- Duet Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo tiba-tiba mencuat dalam diskursus publik sebagai bakal pasangan calon presiden dan calon wakil presiden menuju Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.
Wacana duet Prabowo-Ganjar bermula dari foto Prabowo dan Ganjar bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di areal persawahan Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen pada Kamis (9/3/2023).
Foto itu menjadi menarik karena Presiden Jokowi memilih Prabowo dan Ganjar untuk mendampingi dirinya blusukan dan berdialog dengan petani di areal sawah itu. Padahal, ada sejumlah menteri lain yang sejatinya turut mendampingi Presiden, termasuk Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Momen kebersamaan Jokowi, Ganjar, dan Prabowo dalam konteks pesan politik dapat diterjemahkan sebagai sinyal dukungan politik Jokowi kepada kedua tokoh itu menuju Pilpres 2024.
Pesan politik dalam berbagai literatur dijelaskan sebagai makna maupun aturan kata dalam lingkup pembicaraan politik yang dapat menghasilkan berbagai struktur, arti, dan akibat. Pesan politik dapat disampaikan melalui berbagai medium baik gambar, karikatur, gestur, yang dapat ditangkap oleh masyarakat.
Jokowi, sosok yang memiliki basis pemilih loyal, tentu saja mencermati berbagai dinamika yang berkembang termasuk tingkat elektabilitas masing-masing kandidat yang muncul dari berbagai survei opini publik.
Baca Juga
Prabowo dan Ganjar merupakan dua tokoh yang dalam berbagai jajak pendapat lembaga survei, namanya selalu berada di tiga besar calon presiden (capres) dengan tingkat keterpilihan atau elektabilitas tertinggi.
Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis 4 Januari 2023, misalnya, menempatkan nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai capres dengan elektabilitas tertinggi bersama mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Dalam simulasi 10 nama capres, tingkat keterpilihan Ganjar berada di level 31,3 persen disusul oleh Anies Baswedan (24 persen), dan Prabowo Subianto (21,3 pesen). Nama-nama lain seperti Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono, Erick Thohir, Puan Maharani, dan Airlangga Hartarto, praktis elektabilitasnya masih di level satu digit.
Jika dikerucutkan tiga nama teratas saja, elektabilitas Ganjar sebesar 35,8 persen, lalu Anies 28,3 persen, dan Prabowo 26,7 persen.
Temuan yang hampir sama juga terlihat dari riset Poltracking Indonesia yang dirilis akhir tahun lalu. Dalam simulasi lima capres, nama Ganjar ada di posisi atas dengan elektabilitas 30,6 persen, disusul Anies 27,2 persen, dan Prabowo 26,9 persen. Nama Puan Maharani dan Airlangga Hartarto elektabilitasnya kurang dari 5%.
Dengan model tiga nama tertinggi, Poltracking mencatat elektabilitas Ganjar di posisi 32,5 persen, disusul Anies 29,1 persen, dan Prabowo 27,8 persen.
Tanpa mengabaikan kandidat lain yang berpotensi muncul di detik-detik akhir, praktis diskursus tentang siapa sosok dengan elektabilitas terkuat sebagai capres hanya tertuju kepada tiga nama yakni Ganjar, Anies, dan Prabowo.
Ganjar yang saat ini merupakan kader PDI Perjuangan, baru dideklarasikan sebagai capres oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) berpasangan dengan Yenny Wahid. Sementara itu, Anies Baswedan sudah mendapat dukungan dari tiga parpol yakni Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai capres.
Adapun Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mendapat mandat dari partainya itu sebagai capres.
Dengan sinyal yang dikirimkan Jokowi dengan mengajak Prabowo dan Ganjar blusukan di sawah, peluang duet Prabowo-Ganjar menuju Pilpres 2024 cukup terbuka. Soal siapa yang menjadi capres dan cawapres, tinggal hitung-hitungan politik dalam lingkaran koalisi.
Jauh sebelum pilihan Prabowo menerima pinangan Jokowi sebagai Menhan, sejarah mencatat ada ukiran manis koalisi antara PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Dua partai itu pernah berada dalam satu sauh pada Pilpres 2009.
Kala itu, koalisi PDI Perjuangan dan Gerindra mengusung duet Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto sebagai capres-cawapres bersaing dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Hasilnya, Mega-Prabowo berada di posisi kedua dengan meraih 35,55 juta suara atau 26,79 persen. Artinya, jika berkaca pada histori pada Pilpres 2009, bisa saja PDIP dan Gerindra membangun koalisi pada Pilpres 2024 dengan mengusung Prabowo dan Ganjar.
Apalagi, tingkat elektabilitas kedua tokoh itu tak pernah terlempar dari tiga besar.
Basis Dukungan
Jika melihat survei Poltracking Indonesia, basis dukungan terhadap Prabowo cukup kuat di sejumlah partai politik. Selain mendapat 80,7 persen pendukung Partai Gerindra, Prabowo cukup kuat dukungannya di Partai Golkar (44,5 persen), Partai Nasdem (22,8 persen), Partai Kebangkitan Bangsa (27,3 persen), Perindo (36,4 persen), dan Partai Persatuan Pembangunan (33,3 persen).
Prabowo juga mendapat dukungan lumayan dari massa pemilih PDIP (14,2 persen) dan Partai Amanat Nasional (12,5 persen).
Sementara itu, Ganjar Pranowo mendapat dukungan mayoritas dari massa pemilih PDIP hingga 74,5 persen dan PKB (56,1 persen). Sama halnya Prabowo, massa pemilih Perindo yang mendukung Ganjar sebesar 36,4 persen.
Dukungan terhadap Ganjar tertinggi lainnya bersumber dari PAN dan PPP masing-masing sebesar 20,8 persen. Sementara itu, dukungan dari pemilih Golkar sebesar 12,7 persen, Nasdem (11,3 persen), PKS sebesar 10 persen, Partai Demokrat (8,9 persen), dan Partai Gerindra (2,2 persen).
Jika melihat indikator itu, massa pemilih parpol yang berpotensi memberikan hak suara kepada Prabowo lebih tinggi dibandingkan dengan yang memberikan suara kepada Ganjar.
Sementara itu, Anies Baswedan mendapat dukungan dari baseline pemilih parpol yang hampir merata. Anies didukung secara optimal oleh pemilih parpol seperti Nasdem (85 persen), Partai Demokrat (62 persen), PKS (76,7 persen), PAN (60,4 persen), dan PPP (37,5 persen).
Adapun, baseline pemilih Partai Golkar kepada Anies tercatat 33,6 persen, Partai Perindo (24,2 persen), Partai Gerindra (14,9 persen), dan PKB (12,1 persen).
Sementara itu, jika dilihat dari indikator pemilih yang memberikan dukungan kepada pasangan capres-cawapres di Pilpres 2019, pemilih pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebanyak 53,7 persen memberikan suara kepada Ganjar, lalu 20,7 persen pemilih mendukung Anies, dan 17 persen lainnya memberikan suara ke Prabowo.
Sebaliknya, pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga S. Uno, sebanyak 48,1 persen tetap setia memberi suara kepada Prabowo, lalu 35,3 persen suara beralih ke Anies, dan 10,6 persen mengalir ke Ganjar.
Jika hitung-hitungan tersebut solid, dalam arti baseline dukungan terhadap sosok Ganjar, Anies, dan Prabowo bertahan tanpa mempertimbangkan siapa yang diusung sebagai capres dan cawapres, duet Prabowo-Ganjar memiliki potensi dukungan yang kuat dari pemilih.
Hal itu dengan syarat selera elite politik, sama dengan selera calon pemilih. Kalau elite politik, punya kalkulasi lain, ya pemilih tinggal menanti apa yang akan disodorkan parpol di Pilpres mendatang.