Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan enam perusahaan farmasi yang memroduksi obat sirop dengan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman.
Keenam perusahaan tersebut antara lain adalah PT Yarindo Farmatama, PT Afi Farma, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Ciubros Farma, PT Samco Farma, dan PT Rama Emerald Multi Sukses.
"Berdasarkan kerja cepat dari BPOM, kita berhasil mengidentifikasi adanya enam industri yang memproduksi obat sirop dengan kadar cemaran melebihi ambang batas," terang Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR, Rabu (15/2/2023) malam.
Penyelewengan yang telah dilakukan oleh keenam industri farmasi itu pun kemudian berakhir pada pemberian sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan pencabutan izin edar obat sirop yang diproduksi.
Selanjutnya, BPOM juga melakukan penyidikan terhadap industri farmasi yang diduga telah melakukan tindak pidana tersebut. Jika ditemukan unsur kejahatan ataupun kesengajaan, maka industri farmasi yang bersangkutan akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Dan kita melakukan penyidikan lebih lanjut untuk melihat aspek kesengajaan atau kejahatan dari industri farmasi. Jika ditemukan ada aspek kejahatan, baru proses penindakan untuk industri dilakukan," jelasnya.
Baca Juga
Tak berhenti disitu, Penny mengungkapkan bahwa pihaknya telah menghentikan produksi obat yang dijalankan oleh keenam industri farmasi tersebut.
Selain itu, BPOM juga meminta keenamnya untuk memusnahkan seluruh produk obat sirop dengan kandungan EG/DEG yang melampaui ambang batas aman.
"BPOM juga telah memerintahkan Industri farmasi dan pedagang besar farmasi [PBF] menghentikan kegiatan produksi sirop obat. PBF yang dihentikan CPOB-nya tentu tidak bisa lagi melakukan penyaluran," ujarnya.
Untuk diketahui, cemaran EG/DEG dalam obat-obatan sirop sebelumnya telah disimpulkan sebagai penyebab dari maraknya temuan kasus gagal ginjal akut di Indonesia.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menuturkan, kesimpulan itu didapatkan setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan penelitian mendalam bersama dengan pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ahli epidemiologi, serta ahli toksikologi.
Syahril menjelaskan, kesimpulan itu pun semakin diperkuat dengan fakta tidak adanya penambahan kasus baru gagal ginjal akut sejak Kemenkes menghentikan sementara penjualbelian maupun persepan obat sirop pada 18 Oktober 2023.