Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin mewakili Indonesia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) ke-27 yang digelar di Sharm El Sheikh International Convention Centre (SHICC) Mesir, pada 6-18 November 2022.
Dalam pidatonya, Ma'ruf Amin memaparkan target penurunan emisi berdasarkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), pemerintah berjanji mengurangi emisi gas rumah kaca dari sebelumnya 29 persen menjadi 31,89 persen secara mandiri.
Selain itu, dengan bantuan internasional pemerintah meningkatkan target penurunan emisi karbon dari 41 persen menjadi 43,2 persen. Maka, target NDC dibangun berdasarkan beberapa kebijakan pemerintah setahun terakhir di sektor-sektor penghasil emisi terbesar, seperti FoLU atau forest and other land uses.
Menganggapi pidato Wapres Ma’ruf, Direktur Eksekutif organisasi kampanye lingkungasn Satya Bumi Annisa Rahmawati menyebutkan isu yang dibawa oleh pemerintah dinilai cukup krusial.
Annisa menyebutkan salah satu contoh, yakni di sekor ekonomi pemerintah masih mengandalkan penurunan emisi dari program bahan bakar nabati B40, dengan kandungan 40 persen minyak sawit untuk campuran solar.
Dia menekankan masih banyak pekerjaan rumah dalam tata kelola sawit yang harus dibenahi, termasuk standar lingkungan dan sosial sawit
Begitu pula untuk kendaraan listrik yang perlu disorot merupakan kegiatan pertambangan nikel untuk baterainya harus dipastikan tidak merampas ruang hidup rakyat dan mencemari lingkungan.
"Namun jangan sampai yang muncul hanya solusi-solusi palsu, seperti co-firing biomassa di PLTU dan B40 yang justru berpotensi memperparah krisis iklim," katanya.
Adanya Perpres Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (Perpres EBT) masih memberikan ruang bagi PLTU beroperasi sampai 2050.
"Hal ini tidak sesuai dengan situasi kedaruratan yang kita hadapi saat ini. Jika pemerintah benar-benar memiliki komitmen mengatasi perubahan iklim melalui transisi energi, penggunaan batubara seharusnya sudah mulai dihentikan bertahap atau phaseout secepatnya, tidak bisa menunggu 2050 seperti yang dilakukan negara-negara lain," pungkasnya.