Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenali Ragam Varian Covid-19, Mana Paling Ganas?

Omicron XBB diprediksi memicu lonjakan kasus Covid-19 akhir 2022 dan puncak lonjakan kasus Januari 2023.
Tangkapan layar- Ilustrasi Virus Corona varian Omicron. JIBI/Bisnis-Nancy Junita
Tangkapan layar- Ilustrasi Virus Corona varian Omicron. JIBI/Bisnis-Nancy Junita

Bisnis.com, JAKARTA - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan subvarian Omicron XBB diprediksi memicu lonjakan kasus Covid-19 akhir 2022 dan puncak lonjakan kasus pada Januari 2023.

Prediksi tersebut telah dikemukakan oleh sejumlah ahli asal Amerika Serikat (AS) hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Berbagai ahli di AS maupun WHO menyebut bahwa, subvarian XBB bisa memicu lonjakan kasus di akhir tahun dan puncaknya bulan Januari 2023," terang Wiku dikutip dari kanal YouTube BNPB Indonesia, Jumat (28/10/2022).

Sebelumnya, WHO sudah mengingatkan, bahwa Eropa akan kembali menghadapi gelombang baru Covid-19.

Hal ini diumumkan setelah WHO mencatat adanya peningkatan kasus Covid-19 di Eropa dalam dua pekan terakhir.

"Kami melihat indikator peningkatan kasus di Eropa. Hal ini menunjukkan, bahwa gelombang infeksi lain telah dimulai," terang Direktur WHO Eropa Hans Kluge dan Direktur ECDC Andrea Ammon dalam keterangan resmi, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (13/10/2022).

Subvarian XBB memang diduga sebagai penyebab dari melonjaknya kasus mingguan Covid-19 di sejumlah negara di Asia, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.

China, misalnya, memberlakukan kebijakan Nol Covid-19, yakni melakukan penguncian atau lockdown pada daerah-daerah yang angka kasus Covid-19 naik, seperti Kota Wuhan.

Di Singapura, kasus mingguan Covid-19 sempat naik hingga 34 persen. Lonjakan kasus secara signifikan juga terjadi di sejumlah negara di Eropa, seperti Jerman dan Prancis.

Namun, Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengatakan bahwa gelombang Covid-19 yang disebabkan Omicron XBB berhasil turun. Dia menyebut, bahwa negaranya kemungkinan besar telah berhasil melewatinya.

Melansir Channel News Asia, Senin (31/10/2022), Ong mengatakan Pemerintah Singapura awalnya bersiap untuk kembali menerapkan syarat masker di dalam ruangan dan langkah-langkah yang berbeda dengan vaksinasi yang ditargetkan jika situasinya memburuk.

“Untungnya, jumlah infeksi memuncak dan kemudian menurun jauh lebih awal dari yang kami modelkan dan perkirakan, dan saya pikir kami dapat menghentikan rencana darurat ini, setidaknya untuk saat ini,” kata Ong.

Di Indonesia, kasus infeksi Virus Corona juga meningkat. Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melaporkan 4.951 kasus positif baru Covid-19 pada Kamis (3/11/2022), dan pada Rabu (2/11/2022), tercatat 4.873 kasus positif Covid-19.

"Lonjakan ini berkaitan dengan munculnya subvarian XBB di beberapa negara di dunia dan diprediksi akan menjadi subvarian penyebab kembalinya lonjakan kasus Covid-19," ujar Wiku. 

Subvarian Omicron XBB

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa, pihaknya juga telah mendeteksi penyebaran subvarian Omicron XBB di Indonesia.  

Subvarian XBB berpeluang menular lebih cepat jika dibandingkan dengan subvarian sebelumnya, yakni varian BA.5 dan BA.2. 

XBB diperkirakan 0,79 kali lebih cepat menyebabkan penularan dibandingkan varian BA.5 dan 0,46 kali varian BA.2. 

Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Profesor Dr Syamsul Arifin menyebut, bahwa kasus aktif dan positif Covid-19 di Indonesia meningkat dalam dua pekan terakhir.

"Dari data kasus Covid-19 saat ini subvarian Omicron XBB dianggap sangat menular. Bahkan penularannya jauh lebih cepat daripada subvarian Omicron lainnya," kata dia.

Syamsul mengutip sebuah studi yang ditulis oleh para peneliti China, menemukan XBB memiliki kemampuan terbesar untuk menghindari perlindungan antibodi di antara subvarian yang baru muncul.

Bahkan, peneliti juga menemukan orang yang pernah terinfeksi Virus Corona sebelumnya dan telah divaksinasi tetap bisa terinfeksi subvarian XBB.

Masyarakat sebaiknya mengenali gejala subvarian XBB agar bisa diwaspadai, antara lain: demam atau kedinginan, sakit kepala, batuk, sesak napas atau kesulitan bernapas, hidung tersumbat atau pilek, sakit tenggorokan, hilangnya rasa, kelelahan, nyeri otot atau tubuh, mual atau muntah dan diare.

Varian Omicron

Pada akhir November 2021, pemeriksaan sampel Virus Corona pada pasien di Afrika Selatan menemukan mutasi baru. Varian B.1.1.529 ini terdiri atas lebih dari 50 mutasi. Seiring dengan temuan varian virus baru ini, terjadi pertambahan kasus yang signifikan di Afrika Selatan dan sejumlah negara lain di kawasan selatan Benua Afrika.

Varian ini menyebar ke banyak negara lain hingga lebih dari 100 negara, salah satunya Indonesia. WHO memasukkan varian yang diberi nama Omicron ini ke kategori Variant of Concern (VoC) lantaran sangat mudah menular.

Data awal mengenai varian Omicron menunjukkan gejala yang muncul sedikit berbeda dengan varian Delta. Data ini antara lain didapatkan dari riset mengenai Omicron di Afrika Selatan.

Gejala umum yang dilaporkan oleh pasien Covid-19 varian ini termasuk: sakit kepala, pegal-pegal di sekujur tubuh, sakit tenggorokan.

Adapun WHO menyebut gejala varian Omicron antara lain batuk, kelelahan, serta hidung meler dan tersumbat. Laporan WHO berasal dari data penelitian di Amerika Serikat terhadap 43 pasien berusia 18-39 tahun, baik yang sudah mendapat vaksin dosis penuh ataupun sebagian.

Riset awal juga menemukan gejala Omicron lebih ringan daripada Delta.

Tidak didapati gejala berupa hilangnya daya indra penciuman dan perasa layaknya Delta atau varian lain. Para pakar juga melihat varian Omicron tidak sampai memicu masalah pernapasan yang parah. Sebab, mungkin varian ini berlipat ganda di tenggorokan alih-alih di paru-paru. Karena itu, dampaknya paling terasa pada area sekitar tenggorokan.

Untuk tingkat keparahan, analisis terhadap kasus di Afrika Selatan oleh peneliti setempat menyebutkan kemungkinan orang yang diduga terinfeksi Omicron mengalami sakit parah 70 persen lebih kecil daripada varian Delta. Adapun kemungkinan dirawat di rumah sakit 80 persen lebih kecil dibanding Delta.

Sementara itu, riset di Inggris menemukan pasien yang tertular varian Omicron 45 persen lebih kecil kemungkinannya dirawat di rumah sakit daripada varian Delta. Meski demikian, baik Omicron maupun Delta sama-sama dapat membuat pasien sakit parah hingga meninggal, sehingga pencegahan menjadi kunci utama.

Varian Delta

Varian B.1.617.2 atau Delta pertama kali teridentifikasi di India pada 2020. Dalam hitungan bulan, varian ini menyebar ke puluhan negara lain dan menjadi varian yang mendominasi dalam penyebaran Covid-19.

Gelombang infeksi Delta juga menyerbu Indonesia hingga membuat rumah sakit kewalahan dalam menampung pasien. Karena itu, ketika muncul varian Omicron yang disebut lebih menular daripada Delta, muncul rasa waswas pada banyak kalangan.

Berdasarkan penelitian, gejala varian Delta kurang-lebih sama dengan gejala varian awal Virus Corona yang bermula dari Wuhan, China. Gejala itu meliputi: dema, batuk, kelelahan, kehilangan kemampuan mengecap.

Sejumlah data menyebutkan tingkat keparahan pasien varian Delta lebih tinggi daripada varian lain, terutama pada lansia, pemilik komorbid (penyakit penyerta), dan anak-anak.

Begitu juga pada orang yang belum menerima vaksin. Orang yang terinfeksi varian Delta lebih mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit daripada varian lain. Dibanding varian Omicron, tingkat keparahan akibat infeksi Delta juga disebut lebih tinggi.

Varian Alfa

Varian Alfa Virus Corona penyebab Covid-19 memiliki kode B. 1.1.7 Kasus pertama kali ditemukan di Inggris, September 2020

Tingkat penularan virus: 43–90 persen lebih mudah menular dari Virus Corona sebelumnya (virus awal). Tingkat keparahan infeksi varian ini lebih berpotensi menimbulkan gejala berat dan risiko peningkatan risiko rawat inap dari Virus Corona jenis awal.

Covid-19 varian Alfa diketahui lebih cepat menular dan menyebar karena lebih mampu menembus sistem kekebalan tubuh manusia. Bahkan, pada April 2021 varian ini sudah menjadi salah satu varian Virus Corona yang dominan di Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Laporan kasus menunjukkan bahwa pasien Covid-19 yang terinfeksi Virus Corona varian Alfa bisa mengalami gejala yang lebih parah. Namun, pada orang yang telah menerima vaksin Covid-19, gejala infeksi Virus Corona varian ini umumnya lebih ringan.

Varian Beta

Kode varian B. 1.351. Kasus pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada Mei 2020

Untuk tingkat keparahan infeks, lebih berisiko menyebabkan Covid-19 gejala berat. Varian Beta juga diketahui lebih mudah menular antarmanusia. Gejala infeksi Virus Corona varian ini umumnya mirip dengan gejala Covid-19 secara umum, tetapi Covid-19 varian Beta diketahui lebih kebal terhadap beberapa jenis pengobatan.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa gejala Covid-19 varian Beta cenderung lebih ringan pada orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19, seperti vaksin Sinovac, Pfizer, dan Moderna.

Varian Gamma

Kode varian: P. 1. Kasus pertama kali ditemukan di Brasil pada November 2020.

Untuk tingkat keparahan infeksi cenderung kebal terhadap pengobatan Covid-19.

Meski jenis mutasinya berbeda dengan varian lainnya, Virus Corona varian Gamma diketahui dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan varian lain seperti varian Beta.

Varian Lambda

Kode varian: C. 37. Kasus pertama kali ditemukan di Peru, Desember 2020 dan beberapa negara lain di Amerika latin kemudian menyebar ke Eropa dan Inggris.

Berbeda dengan jenis varian Alfa, Beta, Gamma, dan Delta, WHO menyatakan bahwa varian jenis ini sebagai variant of interest (VoI) atau masih diteliti lebih lanjut tingkat penularan dan keparahan infeksinya.

Belum ditemukan bukti yang cukup untuk memastikan apakah Covid-19 varian Lambda lebih mudah menular atau lebih berat gejalanya dibandingkan varian lain tersebut. Namun, laporan kasus sejauh ini menunjukkan bahwa tingkat penularannya tidak berbeda jauh dengan Virus Corona jenis pertama.

Selain itu, beberapa riset juga menunjukkan vaksin Covid-19 dapat memberikan perlindungan terhadap Virus Corona varian ini.

Varian Kappa

Kode varian: 1.617.2. Kasus pertama kali ditemukan: India, Oktober 2020

Menurut laporan kasus Covid-19 nasional, Covid-19 varian Kappa diketahui telah masuk ke Indonesia pada Juli 2021.

Covid-19 varian Kappa memiliki pola mutasi yang mirip dengan varian Delta, tetapi tingkat penularan dan keparahan infeksinya masih belum diketahui.

Meski demikian, beberapa penelitian sejauh ini mengatakan bahwa Covid-19 varian Kappa tidak menunjukkan tingkat penularan atau keparahan infeksi yang lebih parah dibandingkan Covid-19 jenis awal.

Sama seperti varian Lambda, Covi-19 varian Kappa juga hingga saat ini masih dikategorikan sebagai variant of interest oleh WHO.

Meski beragam varian Virus Corona bermunculan, namun secara umum, gejala Covid-19 yang timbul akibat infeksi varian baru tersebut tidak jauh berbeda dengan gejala Covid-19 pada umumnya, antara lain: batuk, demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, nyeri otot, anosmia.

Adapun pencegahan tertular dari Covid-19 adalah vaksinasi lengkap, tetap menjaga protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, dan menghindari kerumunan.

 

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper