Bisnis.com, JAKARTA - Gencatan senjata Israel dan kelompok militan Palestina Jihad Islam mulai berlaku di Jalur Gaza setelah 3 hari pertempuran lintas perbatasan, yang dipicu oleh serangan udara Israel.
Sebelumnya, pejabat Mesir yang menengahi kesepakatan itu mengatakan bahwa gencatan senjata akan dimulai pada pukul 11.30 malam waktu setempat pada hari Minggu (7/8/2022).
Israel mengonfirmasi bahwa gencatan senjata akan dilakukan, tetapi memastikan akan merespons jika dilanggar. Jihad Islam juga membenarkan kesepakatan tersebut.
"Kami menghargai upaya Mesir yang telah dilakukan untuk mengakhiri agresi Israel terhadap rakyat kami," kata juru bicara Tareq Selmi seperti dikutip TheGuardian.com, Senin (8/8).
Kesepakatan itu setidaknya akan menghentikan sementara pertumpahan darah yang meletus di wilayah yang diblokade pada hari Jumat dengan Operasi Breaking Dawn “pre-emptive” Israel. Operasi itu dikatakan untuk menggagalkan dugaan serangan roket yang direncanakan oleh Jihad Islam Palestina.
Total sebanyak 36 warga Palestina, di antaranya 11 anak-anak serta anggota Jihad Islam, tewas dalam serangan pengeboman. Serangan itu juga melukai lebih dari 300 orang
Baca Juga
Lalu, 13 warga Israel dirawat di rumah sakit karena luka ringan setelah roket balasan ditembakkan ke perbatasan Gaza ke arah selatan negara itu.
Israel sendiri mengklaim sebuah roket yang ditembakkan oleh Jihad Islam telah menewaskan beberapa anak di Jabalia, Gaza utara, pada hari Sabtu. Jihad Islam belum mengomentari klaim tersebut, sedangkan kelompok Hamas, yang menguasai jalur tersebut, menyalahkan serangan itu pada Israel.
Insiden itu merupakan kekerasan terburuk antara gerilyawan Israel dan Palestina sejak perang 11 hari Mei lalu. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah memberi isyarat bahwa serangan itu seharusnya berlangsung sekitar seminggu.
Serangan Israel telah menimbulkan kerugian yang signifikan pada Jihad Islam dalam 3 hari terakhir, termasuk pembunuhan yang ditargetkan terhadap dua komandan senior.
Eskalasai konfrontasi masih bisa meningkat menjadi konflik skala penuh jika Hamas memutuskan untuk campur tangan.
Meski kedua kelompok itu bersekutu, tetapi Hamas belum sepenuhnya mengisi kembali persenjataan dan jaringan terowongannya sejak perang pada Mei lalu. Mereka pun menolak untuk ditarik ke dalam pertempuran.
Namun, semua pihak menyadari bahwa setiap jam yang berlalu meningkatkan risiko salah perhitungan atau eskalasi.
Tidak seperti Hamas, Jihad Islam tidak bertanggung jawab untuk menjalankan urusan sehari-hari di wilayah miskin itu. Akibatnya, faksi tersebut dipandang sebagai faksi perlawanan yang lebih militan sering bertindak secara independen dan terkadang melemahkan otoritas Hamas.