Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Doa dan Niat Kurban, Serta Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

Berikut bacaan doa dan niat untuk berkurban di hari raya idul adha
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung memasangkan eartag atau tanda pengenal pada telinga hewan ternak sapi yang telah disuntik vaksin untuk pencegahan penyakit mulut dan kuku (PMK) di kandang peternakan sapi di kawasan Babakan Ciparay, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Bisnis/Rachman
Petugas Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung memasangkan eartag atau tanda pengenal pada telinga hewan ternak sapi yang telah disuntik vaksin untuk pencegahan penyakit mulut dan kuku (PMK) di kandang peternakan sapi di kawasan Babakan Ciparay, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam kajian fikih, ibadah kurban sering disebut dengan istilah Udhiyyah.

Udhiyyah sendiri diartikan sebagai ibadah menyembelih binatang ternak tertentu di hari raya Idul Adha (10 dzulhijjah) sampai hari Tasyriq (11, 12, 13 dzulhijjah) dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Buat Anda yang melaksanakan ibadah kurban di hari raya iduladha tahun ini, ada beberapa syarat yang harus dijalani, termasuk yang terutama adalah membaca niat saat berkurban.

Berikut bacaan doa dan niat untuk berkurban dikutip dari Baznas.go.id:

Allâhumma hâdzihî minka wa ilaika, fataqabbal minnî yâ karîm 

Artinya: “Ya Tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari-Mu. Dan dengan ini aku bertaqarrub kepada-Mu. Karenanya hai Tuhan Yang Maha Pemurah, terimalah taqarrubku.”

Kemudian yang harus diperhatikan juga adalah cara menyembelih hewan kurban.

  1. Membaca basmalah
  2. Membaca sholawat nabi (Allâhumma shalli alâ sayyidinâ Muhammad, wa alâ âli sayyidinâ Muhammad)
  3. Menghadap ke arah kiblat, baik untuk hewan kurban maupun orang yang akan melakukan penyembelihan (hewan dibaringkan di atas lambung sebelah kiri, dan posisi lehernya yang dihadapkan ke kiblat)
  4. Membaca takbir sebanyak tiga kali dan tahmid sekali (Allâhu akbar, Allâhu akbar, Allâhu akbar, walillâhil hamd)
  5. Mengucapkan doa (Allâhumma hâdzihî minka wa ilaika, fataqabbal minnî yâ karîm)
  6. Menggunakan alat yang tajam untuk menyembelih
  7. Menyembelih hewan kurban dengan memotong tenggorokan, kerongkongan dan dua urat nadi di bagian leher hewan.

Hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia

Ada banyak keluarga yang berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia.

Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

"Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seizinnya. Dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani. (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, halaman: 321)

Dikutip dari NU Online, setidaknya argumentasi yang dapat dikemukakan untuk menopang pendapat ini adalah bahwa kurban merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Karenanya, niat orang yang berkurban mutlak diperlukan.

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

"Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah. Sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma para ulama. (lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, halaman: 406)

Di kalangan mazhab Syafii sendiri pandangan yang pertama dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih (ashah) dan dianut mayoritas ulama dari kalangan mazhab Syafii. Kendati pandangan yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama mazhab Syafii, namun pandangan kedua didukung oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali.

"Adapun jika (orang yang telah meninggal dunia) belum pernah berwasiat untuk dikurbani kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal dunia tersebut dari hartanya sendiri, maka mazhab Hanafii, Maliki, dan Hanbali memperbolehkannya. Hanya saja menurut mazhab Maliki boleh tetapi makruh. Alasan mereka adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk bertakarrub kepada Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji. (lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, juz, 5, halaman: 106-107)

Dengan demikian, jadikan perbedaan pandangan para ulama dalam masalah fikih sebagai rahmat. Jika anda dan saudara-saudara ingin berkurban untuk orang tua yang telah meninggal dunia, maka berarti mengikuti pendapat ulama yang kedua, seperti dijelaskan di atas. Bahwa berkurban dalam hal ini dimaksudkan sebagai sedekah.

Sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper