Bisnis.com, JAKARTA - Pemesanan dua unit kapal oleh perusahaan asal Jerman, Reederei M. Lauterjung, kepada PT PAL Indonesia, perusahaan BUMN Indonesia, berujung gugatan di Arbitrase Internasional. Hasilnya Putusan Arbitrase Internasional menyatakan PAL kalah dan diwajibkan untuk membayar sejumlah kerugian kepada Reederei yang totalnya hingga miliaran rupiah.
Namun demikian, M. Iqbal Hadromi dan Gita Petrimalia dari Kantor Hukum Hadromi & Partners selaku Kuasa Hukum Reederei M. Lauterjung mengungkapkan bahwa hingga saat ini PT. PAL masih belum juga merealisasikan kewajiban pembayarannya tersebut.
Padahal, tegas dia, putusan Arbitrase Internasional itu telah berkekuatan hukum tetap (final & binding) dan bahkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan putusan arbitrase itu dapat dilaksanakan (berkekuatan eksekuatur).
Selain itu PT. PAL juga telah berkali-kali ditegur oleh Pengadilan untuk melakukan pembayaran kepada Reederei. “Ini adalah catatan buruk bagi perusahaan BUMN dalam praktek bisnis internasional sebab tidak mengindahkan putusan arbitrase internasional dan penetapan pengadilan” tegas Iqbal Hadromi seperti dikutip, Jumat (24/6).
Sebelumnya, pertengahan Mei 2022, Sekretaris Perusahaan PT PAL, Rariya Budi Harta sempat mempublikasikan didalam website resmi perusahaan bahwasanya PT. PAL senantiasa menghormati dan memenuhi hasil Putusan Arbitrase Internasional maupun setiap proses hukum yang berjalan.
Pihaknya menjelaskan bahwa saat ini PT. PAL sedang melakukan upaya non-litigasi sebagai wujud itikad baiknya untuk menyelesaikan kewajibannya kepada Reederei.
Iqbal Hadromi, Kuasa Hukum Reederei M. Lauterjung pun mengkonfirmasi hal tersebut bahwa pada pertengahan Mei lalu telang melakukan pertemuan secara daring dengan PT. PAL yang diwakili Sdri. Ani Purwati selaku Kepala Departemen Litigasi.
Pada pertemuan dimaksud, kuasa hukum Reederei telah memberikan keringanan kepada PAL untuk menyelesaikan kewajibannya dengan skema pembayaran, di mana pembayaran pertama harus segera dibayarkan PT. PAL pada akhir Mei 2022.
“Setelah pertemuan dimaksud, kami terus memfollow up tindak lanjut pembayarannya, namun Kepala Departemen Litigasi PT. PAL justru menjadi sulit dihubungi,” Gita menambahkan.
Menurutnya, kini selain tidak patuh terhadap Putusan Arbitase Internasional dan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, PT. PAL bahkan tidak punya itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban pembayarannya kepada Reederei. Pihaknya menilai itikad baik PT. PAL hanya wacana saja.
Iqbal Hadromi berharap agar kasus ini menjadi perhatian serius bagi Presiden RI, Menteri BUMN & Menteri Pertahanan agar memerintahkan PT. PAL segera menyelesaikan kewajiban-kewajibannya sesuai Putusan Arbitrase Internasional dan Penetapan Pengadilan Jakarta Pusat.
Kasus ini bermula sejak 2004, sewaktu Reederei memesan kapal Larch Arrow dan Birch Arrow kepada PAL. Namun ternyata kapal-kapal tersebut tidak kunjung dibuat. Akibatnya, pada tahun 2014 perusahaan pelat merah tersebut digugat di arbitrase The London Maritime Arbitrators Association (LMAA).
Putusan arbitrase menyatakan PAL kalah dan diwajibkan untuk membayar kerugian kepada Reederei M. Lauterjung. Untuk perhitungan sementara sampai akhir tahun 2021, PT PAL memiliki total kewajiban pembayaran kerugian kurang lebih sebesar USD 270.000 dan GBP 12.000.
Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, Bisnis.com telah berusaha menghubungi pihak PT. PAL untuk mendapatkan konfirmasi, namun demikian tidak mendapatkan respon jawaban.