Bisnis.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia menyatakan dunia tengah mengalami krisis dan ketidakpastian yang memicu tingginya inflasi di sejumlah negara.
Namun, Indonesia dinilai tidak akan terlalu terdampak dengan ancaman inflasi tersebut, sehingga potensi terjadinya krisis sosial (social unrest) juga minim.
Hal itu diungkap dalam diskusi bertajuk “Dunia dalam Ancaman Krisis Ekonomi Global, Bagaimana Negara Dapat Bertahan?” yang diadakan oleh Partai Gelora Indonesia, pada Rabu (22/6/2022).
Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun mengatakan bahwa IMF dan Bank Dunia sering menyebut dunia berada dalam ketidakpastian dan berpindah dari satu krisis ke krisis lainnya, terlebih dalam beberapa tahun terakhir dimana pandemi Covid-19 melanda serta perang antara Rusia dan Ukraina.
“IMF dan Bank Dunia menyatakan kita dalam dalam situasi krisis. Pernyataan itu bukan yang pertama karena dari dulu selalu begitu,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah tidak bisa begitu saja percaya dengan lembaga keuangan internasional itu karena bukan tidak mungkin ada skenario yang diciptakan untuk menutupi ketidakmampun dua organisasi tersebut dalam menangani tantangan ekonomi.
Baca Juga
“Mereka tidak siap menghadapi perubahan geopolitik dan geostrategis global. Ketidaksiapan mereka ini ditutupi dengan pembenaran bahwa mereka tak bisa lagi menjaga hegemoni mereka,” imbuhnya.
Bahkan, Misbakhun mencurigai lembaga keuangan kelompok negara maju tersebut tengah menjalankan agenda tertentu atau bisa dibilanh inflasi yang tinggi sudah direncanakan.
Dia pun optimistis inflasi yang tinggi bisa diatasi dengan kekuatan daya tahan penduduk Indonesia yang bercorak nilai-nilai gotong royong.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengatakan bahwa selain perang di Ukraina akan berlangsung panjang dan dampak inflasi juga akan berlanjut dan lebih lama dari perkiraan. Oleh karenanya, Anis meminta Indonesia untuk terus mewaspadai ancaman tersebut.
“Perang di Ukraina bisa berubah menjadi perang dunia ketiga sehingga bisa memicu krisis ekonbomi dan krisis politik,” ujarnya.