Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Setop Penunjukan Pj. Kepala Daerah dari TNI/Polri Aktif

Penunjukan anggota aktif TNI/Polri sebagai penjabat kepala daerah masih menjadi polemik. Sarat kepentingan politik?
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik lima penjabat gubernur yang menggantikan kepala daerah habis masa jabatan pada Kamis 12 Mei 2022, di Jakarta, Kamis (12/05/2022)./Antara
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melantik lima penjabat gubernur yang menggantikan kepala daerah habis masa jabatan pada Kamis 12 Mei 2022, di Jakarta, Kamis (12/05/2022)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Penunjukan aparat TNI/Polri aktif sebagai penjabat (Pj.) kepala daerah yang habis masa tugas sebelum Pemilu 2024 harus segera dihentikan. Pasalnya, hal itu melanggar aturan terkait tugas dan fungsi pokok jabatan.

Hal itu diungkapkan sejumkah pengamat menanggapi penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj. Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

"Saya kira ini babak-babak awal. Kalau ini tidak segera dicegah, apa yang sedang terjadi dengan memberikan semacam peluang kepada TNI/Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil. Saya kira ini babak yang di tahun 1998 lalu juga ditakutkan oleh publik ketika kemudian TNI/Polri menduduki jabatan sipil," ujar Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dalam video diskusi daring bertajuk 'Pro Kontra Tentara Jadi Pj. Kepala Daerah', Senin (30/5/2022).

Lucius menegaskan pemerintah dan DPR harus segera memastikan jabatan sipil tidak disandang oleh anggota TNI/Polri aktif karena tidak sesuai dengan semangat dan amanat reformasi, selain melanggar aturan.

Terlebih lagi, dinamika politik jelang pemilu 2024 semakin memanas belakangan ini sehingga bisa diwaspadai penunjukkan anggota aktif aparat keamanan sebagai Pj. kepala daerah akan terus berlanjut. 

Sementara itu, pendiri Lingkar Madani Ray Rangkuti menyatakan bahwa pengangkatan anggota TNI aktif sebagai Pj. kepala daerah melanggar UU No.5/2015 Pasal 20 ayat (3) tentang jabatan sipil yang boleh diemban adalah yang berada pada instansi pusat.

Beleid lain yang dilanggar adalah UU No.34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dimana disebutkan TNI dilarang menduduki jabatan sipil, di luar 10 institusi diantaranya Kemenkopolhukam, Kemenhan Lembaga Sandi Nasional, dan Mahkamah Agung.

“Pelibatan TNI aktif dalam Jabatan sipil tidak boleh jauh dari fungsi pokok mereka sebagai lembaga yang berurusan dengan pertahanan negara,“ kata Ray.

Dia menambahkan, Pemerintah juga mengabaikan UU No.34/2004, Pasal 47 yang dengan tegas menyebutkan bahwa prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil harus terlebih dahulu dimundurkan dari dinas aktif mereka di instansi induk.

Dan terakhir, sambungnya, pelanggaran terjadi atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XX/2022 yang terbit pada 20 April lalu.

“Pj. ini dijadikan sebagai bagian dari memperkuat kekuasaan, bukan proses demokratisasi. Tetapi memperkuat konsolidasi pemerintah pusat, dengan cara begitu mereka menempatkan orang-orang yang mendapatkan resistensi cukup kuat, karena tidak menyumbang terhadap peningkatan kualitas demokrasi,” ungkap Ray.

Penjelasan Menko Polhukam

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah menjelaskan ihwal ketentuan anggota TNI/Polri untuk bisa menjadi penjabat (Pj.) kepala daerah.

Dalam akun youtube Kemenkopolhukam, Mahfud mengatakan bahwa sesuai dengan Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), putusan Makhamah Konstitusi (MK), TNI dan Polri dapat menjabat menjadi Pj. Kepala Daerah.

“Soal penempatan TNI dan Polri sebagai Penjabat Kepala Daerah itu oleh UU, PP, maupun vonis MK dibenarkan,” ujar Mahfud.

Pertama, kata Mahfud, dalam UU No.34/2004 tentang TNI mengatakan, TNI dan Polri tidak boleh bekerja di luar institusi induk, kecuali di 10 institusi kementerian/lembaga, misalnya di Kemenkopolhukam, BIN, BNN, dan BNPT.

Kemudian, hal ini diperkuat dengan UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dimana dalam Pasal 20 disebutkan bahwa anggota TNI/Polri boleh masuk ke birokrasi sipil asalkan diberi jabatan struktural yang setara dengan tugasnya.

"Kemudian ini disusul oleh Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017, dimana disitu disebutkan, TNI/Polri boleh menduduki jabatan sipil tertentu dan diberikan jabatan struktural yang setara," ungkap Menko.

Mahfud juga menggarisbawahi kesalahpahaman terkait putusan MK No.15/2022 yakni anggota TNI/Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil. Menurutnya, dalam putusan itu disebutkan, 'terkecuali di dalam 10 institusi kementerian yang selama ini sudah ada'.

"Lalu kata MK, sepanjang anggota TNI/Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh menjadi penjabat kepala daerah," pungkasnya.

Sementara itu, terkait polemik anggota aktif TNI/Polri menjadi Pj. kepala daerah, Ketua DPR Puan Maharani hanya meminta pemerintah melakukan proses seleksi secara transparan dan terbuka bagi partisipasi publik. Puan menekankan agar proses tersebut bebas dari kepentingan politik.

“Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” ujar Puan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper