Bisnis.com, JAKARTA – Kepolisian menerapkan satu jalur atau one way pada jalan tol pada arus balik mudik ke Jakarta untuk mengurai kemacetan. Kebijakan tersebut dianggap tak tepat dan absurd.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportas (Instran) Deddy Herlambang mengatakan bahwa sejatinya one way tidak dapat diberlakukan pada pelayanan jalan tol.
“Jalan tol adalah jaringan jalan yang berbayar yang harus dilayani sesuai standar pelayanan minimal (SPM) yang berlaku,” katanya melalui pesan instan, Kamis (5/5/2022).
Deddy menjelaskan bahwa sesuai SPM jalan tol no 16/PRT/M/2018, tujuh substansi pelayanan mencakup kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesbilitas, mobilitas, keselamatan, unit pertolongan/penyelamatan/bantuan pelayanan, lingkungan dan tempat istirahat.
Di situ tertulis ada jaminan kecepatan tempuh rata-rata di atas 60 km/jam untuk jalan tol luar kota. Jika jalan tol ditutup untuk situasi tertentu, seperti one way, menurutnya melanggar SPM.
“Jalan berbayar seperti jalan tol tetap harus dilayani sesuai standar karena telah membayar seperti yang diharapkan publik yakni jalan bebas hambatan. Ironisnya masyarakat ingin gunakan jalan tol ingin cepat sampai tujuan, namun malah ditutup karena alasan one way flow,” jelasnya.
Baca Juga
Bila ada jalan raya ditutup untuk arah one way, Deddy menuturkan bahwa para pengguna jalan yang ditutup masih dapat cari alternatif jalan lain. Akan tetapi itu tidak berlaku di tol.
“Saya pikir kebijakan one way untuk jalan tol adalah absurd. Bagaimana bila ada kendaraan emergensi atau hazard lainnya seperti ambulance, mobil damkar, kendaraan BBM, limbah/kimia dan sejenisnya terjebak di kebijakan one way flow?” terangnya.
Deddy berpandangan bahwa rekayasa contraflow masih sangat masuk akal. Sebab, kedua arus lalu lintas masih dapat bergerak secara bersamaan dan adil.
Memang, tambah Deddy, kebijakan rekayasa lalu lintas di lapangan berada di tangan Korlantas Polri dengan diskresi, baik rekayasa lalin buka tutup jalan atau contra-flow. Hal tersebut juga ditegaskan dalam UU 2/2002 tentang Polri.
“Akan tetapi berdasarkan penilaian sendiri tersebut diharapkan ada keadilan untuk semua pihak. Jangan sampai bertindak diskresi di lapangan namun ada pihak yang diuntungkan kebalikannya ada pihak yang dirugikan,” terangnya.