Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan 31.65 persen sarana dan produk yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) dalam hal ini yaitu tanpa izin edar (TIE), kedaluwarsa, dan rusak.
Dalam rangka memperketat pengawasan terhadap pangan olahan yang beredar, BPOM melakukan intensifikasi pengawasan pangan olahan selama Ramadan dan Idulfitri mulai dari 28 Maret 2022 hingga 6 Mei 2022.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menyampaikan meski dari 1.899 sarana peredaran yang diperiksa, terdapat 601 atau 31.65 persen sarana peredaran yang TMK karena menjual produk pangan rusak, kedaluwarsa, dan TIE. Nilai tersebut cenderung turun dari temuan tahun sebelumnya.
“Hasil pemeriksaan alhamdulillah dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan. Ini sesuatu yang perlu diapresiasi, kami mengapresiasi pelaku usaha yang sudah bekerja sama dengan BPOM,” ungkap Penny dalam konferensi pers Intensifikasi Pengawasan Pangan Olahan Selama Ramadan dan Menjelang Idulfitri 2022, Senin (25/4/2022).
Data BPOM menunjukkan penurunan persentase sarana yang TMK sebesar 8,63 persen dari 40.28 persen di 2021 menjadi 31.65 persen tahun ini. Pada 2021 ditemukan 125.231 produk TMK yang pada tahun ini turun sekitar 66 persen menjadi 41.709 buah.
Bersama seluruh balai BPOM di 34 provinsi dan 39 kabupaten/kota melakukan pengawasan yang intensif pada produk di sarana importir, distributor, ritel, serta gudang e-commerce.
Pada tahun ini untuk pertama kalinya BPOM mengawasi pangan di gudang e-commerce dan ditemukan dua dari sembilan gudang yang diperiksa terbukti menjual produk TMK.
Sebanyak 601 temuan tersebut 576 diantaranya sarana ritel, 22 distributor, 2 gudang e-commerce, dan 1 importir. Jumlah total temuan produk pangan TMK diperkirakan memiliki total nilai ekonomi mencapai Rp470 juta.
“Ini akan menjadi catatan kami kedepankan lebih intensif lagi kita melakukan pengawasan pada gudang e-commerce,” ungkap Penny.
Kasus produk yang TMK terlihat rutin setiap tahunnya karena menurut Penny, masih banyak masyarakat yang membuka pasar terhadap produk tersebut. Butuh usaha dari pemerintah dan masyarakat untuk beredarnya produk TMK karena selain membahayakan kesehatan, juga merugikan produk dalam negeri.
“Tentu kesempatan selalu ada aja, terutama produk ilegal, produk impor yang masih belum mendapatkan izin edar masih banyak yang konsumsi. Kalau kita hati-hati, tidak konsumsi, tidak membeli produk impor yang tidak memiliki izin edar, produknya nggak laku juga. Kedua belah pihak harus memperkuat ini,” ujar Penny.
BPOM memberlakukan sanksi administratif seperti peringatan hingga pencabutan izin. Selain itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah termasuk BPOM dalam rangka mendukung kemudahan berusaha, untuk kegiatan Usaha Mikro dan Kecil mengedepankan pembinaan.
Dari produk-produk TMK yang ditemukan, produk TIE terbanyak yang ditemukan adalah bahan tambahan pangan, bumbu, makanan ringan, serta minuman serbuk kopi. Produk kedaluwarsa yang ditemukan paling banyak yaitu bumbu siap pakai, biskuit, dan produk bakery.
Sementara untuk pangan rusak yang paling banyak ditemukan adalah produk susu baik UHT maupun kental manis, saus, ikan dalam kaleng, serta biskuit.
Penny mengingatkan masyarakat untuk selalu cermat dalam membeli pangan olahan dengan cara Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa).