Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai alasan wacana penundaan Pemilu 2024 yang disebut mahal adalah argumen yang tidak mendasar dan klise.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya telah mengusulkan anggaran sebesar Rp86 triliun. Angka tersebut dinilai mahal, padahal Umam mengatakan ini merupakan amanah konstitusi.
Dia juga menyoroti Pilkada serentak pada 2020 yang tetap digelar pada Desember 2020. Dimana pada saat itu kasus Covid-19 mulai menyebar ke Indonesia dan belum ada vaksin Covid-19.
"Saya ingat betul ucapan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, pilkada serentak tetap harus dijalankan di Desember 2020. Meskipun waktu itu belum ada vaksin, situasi belum menentu. Wacana ini menjadi klise," ungkapnya dalam diskusi Membaca Arah Politik Dibalik Polemik Penundaan Pemilu, Sabtu (26/3/2022).
Di lain sisi, dia mempertanyakan proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang menghabiskan dana lebih dari Rp500 triliun, padahal angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan biaya yang diusulkan oleh KPU.
"Dalam arti begini, kita harus paham konteks prioritas makro. Kalau ekonomi di dalam negara itu sedang tidak baik-baik saja, kita itu sudah tidak baik-baik saja. Kenapa kita kemudian memaksakan diri, melakukan sesuatu justru tidak elementer? Sementara yang diamanatkan konstitusi itu dicap mahal padahal ada proyek yang lebih besar yang jauh lebih mahal. Apakah itu kemudian mendesak?," paparnya.
Baca Juga
Kembali pada tahun 1999, Indonesia menggelar Pemilu di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu. Umam menilai, pemilu saat itu menjadi basis kekuatan fondasi ekonomi Indonesia untuk bangkit kembali.
"Argumen ini [anggaran pemilu mahal] saya rasa tidak mendasar," katanya.