Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Malaysia akan berdiskusi dengan para pemimpin negara di Asia Tenggara (Asean) terkait usulan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua Asean.
Hal itu disampaikan Pedana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob sebagai jawaban atas pertanyaan di Majelis Tinggi tentang upaya mengangkat bahasa nasional Malaysia di tingkat internasional.
"Saya akan berdiskusi dengan para pemimpin negara Asean lainnya, terutama di negara-negara yang sudah menggunakan bahasa Melayu. Saya akan berdiskusi dengan mereka tentang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di Asean," kata Ismail Sabri dikutip dari Channelnewsasia.com, Rabu (23/3/2022).
Ismail Sabri juga mengklaim, bahasa Melayu sudah digunakan di banyak negara Asean seperti Malaysia, Indonesia, Brunei, Singapura, Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan sebagian Kamboja.
"Makanya di seluruh Asean pasti ada orang yang bisa berbahasa Melayu. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak menjadikan bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi Asean" imbuhnya.
Pernyataan Ismail tersebut ditanggapi oleh Anggota Senat, Isa Ab Hamid. Dia mempertanyakan sejauh mana upaya pemerintah dalam memberdayakan bahasa Melayu dalam hubungan diplomatik luar negeri Malaysia.
Menurutnya, saat ini hanya empat dari 10 negara Asean yang menggunakan bahasa Inggris dalam acara resmi internasional. Sementara itu, enam negara lainnya menggunakan bahasa ibu yang memerlukan penerjemah.
Terkait hal itu, Ismail Sabri mengatakan bahwa dirinya selalu meminta kementerian luar negeri untuk menyiapkan pidato dan dokumen terkait lainnya dalam bahasa Melayu ketika melakukan perjalanan dinas ke luar negeri.
“Kita tidak perlu malu atau canggung menggunakan bahasa Melayu di tingkat internasional. Upaya pemberdayaan bahasa Melayu juga sejalan dengan salah satu prioritas yang tertuang dalam Kerangka Kebijakan Luar Negeri Malaysia yang diluncurkan pada 7 Desember tahun lalu,” ujarnya.
Bahkan, pemerintah Malaysia juga sudah menyediakan kelas bahasa Melayu bagi anak-anak diplomat yang tinggal bersama orang tuanya di luar negeri.
Menurutnya, hal itu menjadi penting mengingat anak-anak para diplomat atau pejabat Malaysia di luar negeri bersekolah di sekolah internasional sehingga kemampuan tutur bahasa Melayu-nya lemah.